KOTA CIREBON – Debat Publik Calon Walikota dan Wakil Walikota Cirebon kedua yang diselenggarakan oleh KPU Kotamadya Cirebon sempat memanas. Kericuhan itu terjadi antar pendukung paslon yang dipicu oleh aksi paslon 03 Effendi Edo dan Siti Farida yang dianggap menyalahi tata tertib agenda debat publik. Minggu (10/11/2024) siang.

Sikap paslon 03 tersebut diprotes oleh pendukung paslon 01 dan 02 yang menganggap bahwa saat pasangan Edo dan Ida membacakan visi dan misi menggunakan Alat Peraga Kampanye (APK) berupa kartu idola.
Untungnya kericuhan tersebut tidak berlangsung lama, debat publik yang diselenggarakan di Ballroom Hotel Aston Cirebon , jl. Bridgjen Dharsono itu dilanjutkan kembali.
Menanggapi aksi protes yang sermpat membuat gaduh pada sesi debat kedua itu, Ketua KPU Kota Cirebon, Mardeko, memberikan klarifikasi bahwa apa yang dilakukan oleh paslon 03 tidak ada indikasi pelanggaran. Menurutnya, APK yang tidak boleh dibawa saat debat publik adalah semacam spanduk, poster, dan sejenisnya berisi gambar atau konten yang menunjukkan paslon tertentu yang dibawa oleh pendukung.
“Sebelumnya sudah ada kesepakatan, kita panggil semua paslon bahwa masih boleh membawa catatan-catatan kecil sebagai alat bantu untuk visi misi yang ditulis (dalam catatan) boleh disampaikan. Jadi, program-program yang disampaikan oleh paslonnya itu boleh menggunakan alat bantu, dan tadi yang dibawa oleh paslon 03 itu bukan APK, tapi kartu,” tegas Mardeko di hadapan awak media.
Ia juga menyampaikan ada kemungkinan aturan boleh membawa alat bantu yang sudah disepakati oleh semua paslon belum tersampaikan dan dipahami secara detail.
“Tidak semua program dan visi misi paslon itu bisa disampaikan lewat ucapan, dan membacakan visi misi lewat catatan itu udah disepakati bersama. Mungkin kesepakatan yang kemarin itu, tidak disampaikan oleh LO kepada pendukung,” tandasnya.
KPU Kota Kota Cirebon juga menegaskan agar para pendukung juga masyarakat bisa membedakan mana APK dan mana alat peraga untuk paslon sehingga kesalahfahaman serupa tidak terulang.
“Dibedakan ya, mana APK, mana untuk alat peraga bagi Paslon,” katanya kepada wartawan. Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa peraturan debat terbuka dari debat calon presiden hingga kepala daerah aturannya tidak jauh berbeda.
“Kita juga kan sempat melihat debat presiden. Betapa paslon (capres) itu menampilkan dia memperagakan kartu sehat, kartu pintar,” ujarnya. Mardiko mengatakan, bahwa yang tidak diperbolehkan dalam debat adalah alat peraga kampanye.
Sementara itu, dari pantauan JP saat debat berlangsung, polemik kericuhan terjadi pada 1 jam lebih 45 menit pelaksanaan debat. Pada sesi tersebut, paslon nomor 03 tengah memaparkan visi misinya. Di mana salah satu program yang diulas yakni “Kartu Idola” yang mencakup berbagai layanan untuk kepentingan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, sosial, kependudukan, kesejahteraan, akses bantuan sosial dan lainnya.
Saat itu Ida Farida membacakan program yang dimaksud, sedangkan dengan tanggap Edo menunjukkan masing-masing ‘kartu sakti’ yang disebutkan oleh Ida.
Tak ayal aksi unik inilah yang memicu protes dari para pendukung paslon 01 dan 02 juga moderator. Namun Paslon 03 seolah tak bergeming dan terus membacakan visi misi yang tengah disampaikan hingga tuntas. (jay/rif)