CIREBON – Merebaknya video syur diduga pelajar yang terjadi di salah satu sekolah di kawasan Cirebon Timur (Cirtim), membuat sejumlah pihak angkat bicara. Pembahasan mulai dari moril, kebijakan, hingga jerat hukum yang menanti para pelaku/penyebar video akan diulas di sini.
Salah satunya yakni statment dari Ketua Komisi 4 DPRD Kabupaten Cirebon, Aan Setiawan. Menurutnya, saat ini telah terjadi degradasi moral di Kab Cirebon yang ke depan diprediksi bakal menjadi ancaman serius terhadap moral bangsa Indonesia.
“Beberapa waktu terakhir sempat terjadi tawuran yang menewaskan seorang siswa SMP dan kini terjadi lagi insiden beredarnya video asusila pelajar SMP. Semua terjadi akibat krisis moral dikarenakan kurangnya pembinaan moral terhadap anak-anak kita,” ujar politisi PDIP tersebut.
“Harusnya di luar kurikulum sekolah ada pembinaan terkait masalah moral, etika, dan sebagainya. Ini menjadi tanggung jawab guru, kepala sekolah, dan semua pihak, terutama dinas pendidikan sebagai ujung tombak dunia pendidikan di Kabupaten Cirebon,” jelasnya.
Aan juga meminta pendidik jangan hanya fokus pada pembekalan kemampuan akademik semata, melainkan ada juga pembinaan terhadap moral dan etika yang harus dilakukan.
“Harusnya anak-anak jangan cuma suruh bisa baca, tulis, dan ngitung saja. Moral anak bangsa juga harus dibina dan diarahkan agar menjadi insan yang bermartabat di masa depan. Sekali lagi, harus ada kurikulum berbasis moral,” imbuhnya.
Dewan Bakal Panggil Disdik
Menindaklanjuti terkait fenomena asusila tersebut, lanjut Aan, DPRD Kabupaten Cirebon melalui Komisi 4 berencana memanggil Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon dalam waktu dekat. Tujuannya untuk mencari solusi terbaik dalam menyikapi masalah ini.
“Akan kita panggil dinas pendidikan, guna membahas bagaimana caranya untuk mengatasi moral anak-anak kita yang sekarang ini terdegradasi. Insya Allah, di minggu pertama bulan September kita panggil Disdik guna menbahas masalah ini dalam agenda rapat kerja,” tandas Kang Aan.
Karena tidak menutup kemungkinan lanjutnya, hal semacam ini terjadi di tempat-tempat lain/sekolah lainnya. Namun sejatinya, kata dia, hal tersebut bisa diantisipasi jika rutin dilakukan pembinaan moral. Ia juga menegaskan terkait sanksi yang bisa diberikan kepada okum pelajar tersebut.
“Baiknya memang dua siswa tersebut dikeluarkan saja dari sekolah, karena berdampak tidak baik terhadap siswa-siswi lainnya. Itu sanksi yang ideal menurut saya, karena sebagai pelajar mereka telah melanggar hukum, di sisi lain supaya ada efek jera sehingga yang lainnya tidak mengikuti hal-hal yang tidak baik, karena ada sanksi yang tegas tadi,” pungkasnya.
Ketua Forkolim: Selama Ini Kita Sepelekan Ahlak
Menyikapi fenomena yang ada di wilayahnya Ketua Forum Komunikasi lintas iman (Forkolim) Kec Ciledug, Suherman menjelaskan bahwa intisari terjadinya peristiwa tersebut adalah karena krisis ahlak di kalangan pelajar.
“Kejadian diatas itu satu fenomena yang sangat membuat semua orang tua menjadi was-was dan paranoid. Itu semua menjadi gambaran jelas bahwa kita semua lalai. Kita terlalu menyepelekan masalah kekuatan ahlak pada setiap hati komponen bangsa ini. Saya tegaskan, itu terjadi karena rapuhnya ahlak. Dan yang membuat tambah miris, hal itu sudah merasuki anak-anak usia remaja yang seharusnya dipersiapkan untuk menjadi penerus gernerasi bangsa ini kedepan,” katanya.
Senada dengan penuturan Ketua Komisi 4, Ia juga memandang agar akhlak atau moral menjadi landasan utama dalam mendidik anak-anak selain kemampuan akademik.
“Mari, mulai saat ini kita upayakan agar pendidikan ahlak menjadi landasan yang utama. Karena seberapa hebat pun manusia dalam sisi keilmuan, tidak bisa menjadi landasan sukses. Kepintaran, kejeniusan, dalam ilmu pendidikan, seberapa panjang gelar yang diraih, tidak akan bisa menutupi kekurangan ahlak jika dalam dirinya tidak berahlak baik. Tapi sebaliknya, kekurangan pendidikan, kejeniusan, kekurangan gelar, itu bisa tersempurnakan oleh ahlak yang baik. Jadi masalah kita bukan tentang apa apa, tapi ini semua tentang minimnya pendidikan ahlak,” ulasnya.
Laskar Indonesia: Jerat Hukum Menanti Pelaku & Penyebar Video Syur
Ancaman hukum bisa saja menjerat pemeran hingga penyebar video siswa tersebut. Itulah kalimat pembuka dari Ketum Laskar Indonesia, Koko Ali Permana S.Pd., MM. Menurut dia, hukum bisa menjerat kedua pemeran dalam video syur yang sedang viral ini.
Ketentuan itu berlaku bila rekaman dan penyebaran dilakukan dengan sengaja. “Sanksi yang didapatkan kalau mereka sepakat merekam, adalah hukuman KUHP separuh dari orang dewasa, mengingat mereka masih di bawah umur. Tetap bisa terjerat hukum karena umur masih 15 tahun,” terangnya.
Kendati demikian, ada peluang pelaku video mesum hanya mendapat sanksi rehabilitasi. Dibina oleh lembaga rehabilitasi yang ditunjuk kejaksaaan negeri. Hal ini diterapkan bila didapati faktor ketidaktahuan dasar hukum lantaran masih di bawah umur.
“Tapi jika terdapat iming-iming atau janji dari salah satu pihak, maka masuk pidana murni. Pihak tersebut akan dijerat secara langsung,” tambahnya. Pemeran video mesum, di satu sisi, menjadi korban, bila beredarnya cuplikan tersebut akibat ulah orang lain. Dalam hal ini, pasangan tersebut sebatas menjadi saksi penyelidikan pihak kepolisian,” bebernya.
“Yang menyebarkan terjerat UU ITE. Pemeran jatuhnya menjadi korban, kemudian jadi saksi. Tapi tetap mendapatkan sanksi pembinaan dan bisa disanksi sesuai tata tertib sekolah. Harus diperbaiki secara moral karena masih usia anak,” paparnya.
Menurut Kang Koko, prilaku remaja terlibat seks bebas, jauh dari karakter moral pelajar. Hal ini dipicu pergaulan tanpa pengawasan ketat orang tua. Ditambah minimnya edukasi bahaya pergaulan bebas dari sekolah. (jay/adv)