CIREBON – Sebanyak enam orang warga Desa Kalimenag, Kecamatan Karangsembung, Kabupaten Cirebon, menolak perpanjangan izin Tower BTS (Base Transceiver Station) yang berdiri di wilayah permukiman padat penduduk di Blok Manis desa setempat. Keseriusan warga menolak perpanjangan tower tersebut dibuktikan lewat surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai.
Atas informasi tersebut, Tim JP akhirnya mendatangi kediaman Dahlan, salah satu warga yang protes terhadap perpanjangan tower tersebut, Rabu (3/7/2024). Di mana saat Tim datang, warga lainnya yang juga menolak perpanjangan tower juga sudah berada di sana.
Dijelaskan Dahlan, tower tersebut berdiri sejak 2008 dengan kontrak selama 10 tahun hingga 2018. “Nah di tahun 2019, pemilik lahan dan perusahaan tower melakukan perpanjangan lagi 5 tahun, itu pun diem-diem saja. Awalnya kami juga keberatan, namun saat itu pemilik lahan memohon karena sedang butuh biaya untuk pengobatan orang tuanya, akhirnya atas pertimbangan kemanusiaan, akhirnya kami setuju. Dengan catatan setelah 5 tahun atau kontrak habis, harus komitmen untuk dipindahkan. Tapi faktanya sekarang minta perpanjangan lagi 5 tahun. Jadi tuntutan kami sekarang, tower itu harus dibongkar sesuai kesepakatan waktu itu,” ungkapnya.
Dahlan didampingi sang istri menjelaskan, alasan penolakan warga bukan karena kurangnya kompensasi, melainkan murni karena faktor kesehatan dan keselamatan mereka. Utamanya saat cuaca buruk seperti hujan, angin kencang, ada petir, kekhawatiran tower roboh, hingga paparan efek radiasi jangka panjang.
“Tapi yang terkesan maksa itu yang punya lahan dan perusahaan yang mengelola tower. Kata mereka kalau pengen dipindahin harus sewa pengacara, soalnya surat perpanjangannya sudah sampai pusat. Intinya kami ditakut-takuti dan ditekan agar mau tandatangan untuk perpanjangan tower BTS ini. Coba bapak atau ibu tinggal di sini saat musim hujan petir, bakal terasa seperti apa ngeri nya. Jangan ngegampangin atau bilang bakal tanggung jawab, musibah gak ada yang tahu, nyawa gak bisa diganti dengan uang kompensasi,” terang warga lainnya dengan nada tegas.
Dahlan kembali menjelaskan bahwa belakangan ini pemilik lahan dan pihak PT melakukan upaya agar proses perpanjangan bisa dilakukan, bahkan sudah mendatangi kantor desa setempat belum lama ini. Namun pihak Pemdes Kalimeang pun menurut Dahlan cenderung hati-hati dan tidak begitu saja mengeluarkan surat rekomendasi perpanjangan tower, mengingat masih ada gejolak di masyarakat.
“Awalnya ada banyak yang gak setuju. Namun akhirnya sebagian setuju, karena mereka dihembuskan informasi bahwa setuju atau tidak, perpanjangan tower akan tetap dilakukan. Akhirnya mereka setuju, karena ada kompensasinya juga. Padahal kan tidak seperti itu caranya. Untuk diketahui, warga yang setuju itu pun banyak yang masih kerabat pemilik lahan dan letak rumahnya berada di ring 2 juga ring 3 atau jauh dari tower. Sedangkan kami yang menolak ini rumahnya berada di ring 1 atau lokasi yang paling dekat dengan tower dan paling beresiko terhadap keselamatan,” terangnya.
Dahlan dan warga lainnya berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan mempertimbangkan berbagai aspek khususnya kesehatan dan keselamatan, bukan hanya pada kompensasi atau aspek bisnis semata. Bahkan Ia dan warga lainnya dengan tegas akan tetap menolak berapapun kompensasi yang diberikan.
“Keputusan kami sudah bulat, bahwa kami menginginkan tower itu dibongkar dan dipindahkan. Bukan masalah nominalnya pak, ini demi keselamatan kami,” tegas Dahlan diamini warga lainnya yang hadir. Warga juga meminta selama polemik ini belum beres, agar pengoperasian tower dinonatkifkan dahulu. “Ini kan masih diurus dan belum tahu akan jadi diperpanjang atau dipindahkan, harusnya ya jangan beroperasi dulu,” harap warga.
Begini Pernyataan Kuwu Kalimeang
Sementara itu, saat dikonfirmasi JP keesokan harinya, Kamis (4/7/2024), Kuwu Kalimeang Hatikah menyampaikan bahwa Pemdes sangat berhati-hati dalam menyikapi masalah ini dan tidak memihak kubu manapun alias netral. Bahkan hingga kini kuwu belum menandatangani surat permohonan perpanjangan izin tower mengingat masih adanya polemik dan adanya persyaratan yang belum lengkap.
“Kami dari pemdes memang dalam posisi yang dilema. Kalau tetap mempertahankan tower itu, kasihan masyarakat yang 6 orang, pasti merasa tersakiti. Tapi mudah-mudahan pihak tower dan pemilik lahan mau membuka jalan untuk mediasi untuk mencari solusi yang terbaik. Dan kami dari desa siap memfasilitasi kalau memang dibutuhkan, selagi itu untuk kebaikan bersama. Karena bagaimanapun, baik pihak yang setuju maupun yang tidak setuju, semuanya adalah warga saya,” ungkap Kuwu Kalimeang.
Kuwu menjelaskan, pada sosialisasi pertama beberapa waktu lalu yang dilakukan di kantor desa setempat, dihadiri oleh pihak tower dan pemilik lahan, namun masyarakat yang tidak setuju saat itu tidak hadir. Sedangkan pada sosialisasi kedua, pihak yang tidak setuju hadir, namun dari pihak tower tidak hadir.
“Intinya kami siap memfasilitasi kembali jika digelar lagi audiensi guna mencari solusi terbaik atas polemik yang saat ini terjadi, agar ke depan semuanya berjalan lancar,” pungkas kuwu.
Begini Kata Satpol PP Kab Cirebon
Sedangkan pihak Satpol PP Kabupaten Cirebon saat dikonfirmasi terkait fenomena tersebut menyatakan bahwa polemik itu dikembalikan kepada pemerintahan desa setempat untuk mediasi kedua belah pihak yang bersengketa. Adapun merujuk pada kewilayahan, kewenangan terkait polemik tower BTS ini berada di bawah manteri polisi (MP) Kecamatan Karangsembung. Satpol PP juga meminta agar komunikasi dan koordinasi juga dilakukan dengan pihak kecamatan setempat. (tim jp)