CIREBON – Kecamatan Ciledug yang berada di wilayah paling timur Kabupaten Cirebon memiliki banyak potensi. Letaknya yang strategis menjadi pintu gerbang provinsi Jawa Barat yang memungkinkan arus mobilitas ekonomi dari Jawa Tengah ke Jawa Barat. Itu bisa dibuktikan dengan aktivitas masyarakat Brebes, Jawa Tengah, di sekitar perbatasan yang melakukan kegiatan ekonomi di Ciledug.
Sebagai wilayah yang dilewati jalur Tol Trans Jawa, Ciledug memiliki 2 gerbang exit tol. Ini tentunya akan mempercepat dan memudahkan akses dari arah Jakarta dan dari Jawa Tengah dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum yang berhenti di Terminal Ciledug. Di sebelah utara berbatasan langsung dengan Kecamatan Pabedilan, sebuah wilayah yang digadang akan menjadi kawasan sentra industri strategis di masa depan, tentunya akan banyak menyerap puluhan ribu tenaga kerja ke depannya.
Ditinjau dari aspek kebudayaan, Ciledug memiliki beberapa titik lokasi yang memiliki nilai histori yang sangat penting dalam sejarah perkembangan penyebaran agama Islam di wilayah ini pada masa lalu. Sebut saja, Makam Habib Muhammad Toha bin Yahya di Desa Jatiseeng Kidul yang lokasinya banyak dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah, baik lokal maupun luar kota. Ada juga peninggalan sumur tua keramat, terletak di komplek mesjid jami Desa Leuweunggajah yang ramai didatangi masyarakat di malam-malam tertentu untuk sekedar mandi atau mencari berkah dengan mengambil airnya.
Salah satu situs yang tak kalah penting perannya dalam sejarah berdirinya nama Ciledug adalah Bale Kabuyutan, lokasinya tak jauh dari alun-alun Ciledug, tepatnya di belakang kantor desa Ciledug Wetan. Meski nampak kurang terawat, sejarah bangunan ini memiliki nilai sakralitas yang tinggi. Konon di masa lalu bale yang saat ini sudah ditutup oleh kain putih ini menjadi tempat mengucapkan 2 kalimat syahadat bagi orang yang masuk agama Islam.

Bale yang dalam bahasa sunda berarti tempat duduk lebar untuk berbincang beberapa orang ini kemudian difungsikan sebagai pengambilan sumpah setia para prajurit di bawah arahan Ki Bledug Jaya dalam penyebaran dan perluasan agama islam di bagian timur Cirebon. Seiring waktu, Bale Kabuyutan ini disakralkan untuk ritual pengambilan sumpah demi menentukan keadilan bagi dua pihak yang sama kuatnya berselisih mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Pengambilan sumpah itu dikenal dengan istilah Sumpah Ciledug, yaitu siapa pun yang sudah bersumpah , maka yang bersalah atau yang berbohong konon akan mendapatkan musibah secara misterius. Belakangan prosesi semacam itu dilarang, karena sudah tidak relevan lagi dengan jamannya. Perselisihan bisa ditempuh lewat pendekatan kekeluargaan atau jalur hukum pengadilan sesuai Undang-Undang yang sah berlaku.
Ditinjau dari beberapa aspek di atas, Kecamatan Ciledug sudah seharusnya berbenah diri mempersiapkan potensinya menghadapi mobilisasi masyarakat di masa depan. Saat ini Ciledug selain sebagai wilayah administratif, tumbuh berkembang pula sektor bisnis, perniagaan, dan pariwisata. Beberapa tempat hiburan, hotel dan penginapan, serta pusat-pusat perbelanjaan banyak berdiri di sana. Salah satunya Hotel Dedy Jaya yang sudah sedini mungkin membaca peluang menghadapi kemungkinan yang potensial tersebut di masa depan.
Saat dikunjungi Tim JP, Shidiq Wibisono selaku manager Hotel Dedy Jaya menceritakan tentang beberapa aspek potensial yang bisa mengangkat nilai ekonomi bagi masyarakat Kecamatan Ciledug. Menurutnya ada beberapa hal yang menghambat laju perkembangan kota kecil ini terutama pada SDM lokalnya.
“Sebagai daerah yang sedang bertumbuh di wilayah timur pasundan, Ciledug ini mempunyai banyak potensi yang bagus kedepannya. Dengan mobilisasi masyarakat yang cukup padat dan beberapa aspek penunjang seperti situs sejarah, kebudayaan masyarakat, stasiun kereta api, terminal bus tipe B, kawasan industri, akses tol yang mudah dari arah Jakarta maupun dari Jawa, seharusnya roda ekonomi di sini bisa berputar lebih cepat,” ujarnya.
Namun pada kenyataannya, lanjut Shidiq, beberapa pegiat di masyarakat kurang peka melihat potensi ini. “Sebagai pegiat usaha yang menjalankan bisnis di Ciledug tentu saya punya kewajiban moral untuk mengajak masyarakat sekitar dengan memfasilitasi kegiatan mereka baik dari sektor UMKM , pegiat seni budaya, komunitas adat, komunitas lintas agama, untuk bisa menampilkan potensi mereka di sini.
Seperti tahun lalu Hotel Dedy Jaya mengadakan festival ‘Ciledug Weekend Culture’ yang menampilkan para pelaku seni budaya, pegiat UMKM, yang diharapkan bisa menyerap pengunjung sebanyak mungkin sehingga di sana ada potensi ekonomi. Ya balik lagi, mereka kurang aktif dalam hal penyelenggaraan, akhirnya kegiatan ini tidak berlanjut, padahal banyak potensi yang bisa kita bangun, dan banyak sektor yang bisa kita rangkul untuk terlibat dalam agenda ini,” paparnya.
Dalam beberapa kesempatan, Shidiq Wibowo pun berinisiatif membuka peluang-peluang usaha mikro dengan mengajak pelaku UMKM untuk meningkatkan mutu produk unggulan khas yang bisa pihak Hotel Dedy Jaya promosikan di etalase maupun katalog khusus hotel. Tak hanya itu, demi mensiasati supaya Ciledug menjadi tempat kunjungan yang menarik ia bersama tim hotel melakukan peremajaan situs budaya Bale Kabuyutan dengan mengadakan pengecatan di lokasi tersebut menggunakan anggaran pribadi.
Dengan harapan semakin banyak produk khas yang diangkat atau lokasi situs yang menarik di Ciledug bisa terekspos di kancah pariwisata regional maupun nasional. Tentu dampaknya akan bisa menarik kunjungan wisatawan dari luar daerah, dan bisa meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sekitar. Namun disayangkan kesadaran masyarakat pegiat di beberapa sektor belum bisa mengarah ke sana. Perlu effort yang lebih serta komitmen yang dijalin bersama untuk mewujudkannya.
“Kendala lainnya adalah konsistensi terhadap ketersediaan barang atau jasa yang ada. Misalnya, ada pendatang dari luar kota yang mau bawa oleh-oleh tahu gejrot untuk dibawa pulang, nah di Ciledug ini masih sulit menyediakan pesanan semacam itu secara dadakan. Padahal di sini kan sentra-nya tahu gejrot, banyak perajin tahu, tapi kami masih kerepotan kalau diminta menyediakan. Belum lagi kalau tamu kami bertanya, mau beli tahu gejrot yang enak dimana ya. Nah makin bingung lagi kami jawabnya,” ulas Shidiq.

Dari potensi pariwisata, pihak Dedy Jaya Hotel sejatinya juga sudah melakukan banyak gebrakan. Seperti mencetak pamflet tujuan wisata untuk tamu hotel bahkan memasang peta destinasi wisata yang ada di wilayah Cirebon Timur dan sekitarnya. Namun kembali lagi pada kondisi real di lapangan. Apakah sudah layak dengan kondisi objek wisata yang ada saat ini untuk kita jual, yakin kita sebagai masyarakat pribumi sudah pede dengan kondisi wisata yang sangat apa adanya ini?
Diskusi sekaligus wawancara dengan Manager Dedy Jaya Hotel tentang potensi Ciledug sore itu berlangsung santai dan akrab. Namun tak mengurangi pesan serius atas potensi yang bisa digali sedini mungkin. Jadi bisa disimpulkan, jika pendatang seperti Pak Shidiq saja punya greget yang luar biasa untuk memajukan Ciledug, harusnya kita sebagai warga pribumi bisa berbuat lebih banyak, melalui pemikiran, karya, sekaligus tindakan nyata. (jay/rif)
Orang Ciledug harusnya buka mata. Banyak kesempatan kok disia2kan.