Home » Headline » 2021, Tak Ada Lagi CPNS untuk Guru Honorer & Tenaga Medis

2021, Tak Ada Lagi CPNS untuk Guru Honorer & Tenaga Medis

KABAR mengejutkan datang mengawali Tahun 2021. Kabar kurang menggembirakan bagi dunia pendidikan ini yakni Pemerintah dikabarkan tidak lagi akan mengangkat formasi guru dan tenaga medis melalui jalur CPNS pada tahun 2021.

Kebijakan mengejutkan ini kini tengah ramai menjadi perbincangan menyusul kebijakan Kemenpan RB, Kemendikbud, dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) itu. Ke depan, guru dan tenaga medis tidak lagi menjadi PNS, namun pemerintah bakal menerapkan format sistem Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Sistem PPPK telak dilakukan pemerintah sejak 2019 dengan berhasil merekrut 51.293 orang tenaga honorer, terdiri atas guru, dosen, tenaga pendidikan di perguruan tinggi negeri baru, tenaga kesehatan medis, dan penyuluh pertanian. Yang terbaru pada 2021, Pemerintah berencana merekrut 1 juta orang guru untuk menyelesaikan permasalahan guru-guru honorer yang saat ini statusnya masih sebagai tenaga honorer di daerah.

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan Kemenpan RB, Kemendikbud, dan BKN sementara ini sepakat penerimaan tenaga pendidik atau guru tidak menggunakan sistem CPNS namun akan menggunakan sistem PPPK.

“Kami sepakat bahwa untuk guru itu akan beralih menjadi PPPK, jadi bukan CPNS lagi. Ke depan mungkin kami tidak akan menerima guru dengan status CPNS, tapi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja,” kata Bima saat Konferensi Pers Catatan Kinerja Akhir Tahun 2020 Kementerian PAN RB di Jakarta pada Selasa (29/12).

Lalu apa alasan Pemerintah. Bima mengatakan kesepakatan ini diambil dengan pertimbangan karena kebiasaan terjadi, setelah CPNS bertugas 4-5 tahun, yang bersangkutan mengajukan pindah lokasi. Kondisi ini menurut Bima menghancurkan sistem distribusi guru secara nasional.  “Dua puluh tahun kami berusaha menyelesaikan itu, namun tidak selesai dengan sistem PNS,” ungkapnya.

Bima lantas membandingkan Indonesia dengan negara-negara maju di dunia yang jumlah PPPK lebih lebih banyak dibanding PNS. Di negara maju, jumlah PPPK sekitar 70-80 persen, sedangkan PNS hanya 20 persen. Status kepegawaian untuk pegawai pelayanan publik di negara maju juga PPPK.

Kebijakan mengejutkan ini langsung direspon Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang memandang kebijakan ini sebagai bentuk diskriminasi terhadap profesi guru.

Kebijakan ini juga menyebabkan lulusan terbaik dari SMA tidak berminat meneruskan studi lanjut di berbagai jurusan pendidikan di LPTK, akibat ketidakpastian status kepegawaian
dan karier profesi guru, sehingga dikhawatirkan akan terjadi penurunan kualitas pengajar di masa mendatang.
“Memohon agar Pemerintah (Kemenpan RB, Kemendikbud, BKN) mengkaji ulang rencana kebijakan tersebut. Semestinya pemerintah tetap membuka dua jalur rekrutmen guru, yakni melalui CPNS dan PPPK karena ditilik dari tujuannya, PPPK dan CPNS memiliki sasaran berbeda,” kata Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi dalam pernyataan tertulis, Kamis (31/12).

Menurut Unifah, perekrutan PPPK ditujukan untuk memberikan kesempatan dan sebagai penghargaan kepada para guru honorer berusia di atas 35 tahun untuk memperoleh kepastian status kepegawaiannya. “Sedangkan formasi guru CPNS membuka kesempatan bagi lulusan pendidikan di bawah usia 35 tahun yang berminat menjadi pegawai negeri sipil dan memberi kesempatan kepada guru sebagai ASN,” katanya. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*