CIREBON – Masih ‘koma’. Itulah kondisi yang menggambarkan progres terakhir dari proses hibah tanah seluas 10.300 meter dari Pemkot Cirebon (yang berada di Stadion Bima) kepada Yayasan Pendidikan Swadaya Gunung Jati (YPSGJ). Hibah tersebut diklaim untuk kemajuan bidang pendidikan di Kota Cirebon dalam hal ini Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon (FK-UGJ atau Unswagati). Demikian disampaikan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Hibah Edi Suripno SIP MSi, yang diwawancarai secara khusus oleh Jabar Publisher dan JPnext TV, Rabu (5/8/2020) di Press Room DPRD Kota Cirebon.
“Pansus memutuskan dua hal, setelah berkoordinasi dengan Pemkab Sumedang dan Indramayu yang pernah melakukan hibah kepada Perguruan Tinggi, kami memutuskan untuk konsultasi ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Dirjen Kekayaan Negara, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Selanjutnya, setelah itu, dilakukan finalisasi sebelum masuk ke pimpinan dan ketua fraksi tentang hasil kerja kita, untuk selanjutnya diputuskan dalam Paripurna,” ungkapnya.
Edi menegaskan, adanya pandemi corona ini jelas berpengaruh dalam kelancaran proses konsultasi dengan pihak kementerian, dimana dari surat ketiga yang dilayangkan DPRD Kota Cirebon kepada Kemenkeu dan Kemendagri, belum mendapatkan jawaban. “Situasi masih buka tutup, dan di dua kementerian tersebut ada yang poisitif (Covid-19), sehingga belum bisa menerima surat kami yang ketiga untuk konsultasi ke sana,” terangnya. Politisi PDI-P ini juga mengungkapkan bahwa konsultasi yang pertama kali dilakukan yakni perihal Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pengelolaan Hibah dari Pemerintah dalam hal ini Kompleks Bima yang didalamnya ada rencana Pemkot memberikan hibah tanah seluas 10,3 hektar untuk UGJ Cq Fakultas Kedokteran.
“Ada rambu-rambu di diktum ke 4 Kemenkeu itu untuk tidak boleh dipindah tangankan, dan peruntukannya untuk dua hal, untuk sarana olahraga dan ruang terbuka hijau. Nah, kami ingin tanyakan kepada kemenkeu yang memberikan hibah ke kita dibolehkan atau tidak. Sementara dalam berita acara penyerahan itu, di poin keempat dimungkinkan pemerintah daerah untuk memindah tangankan. Sehingga antara kemenkeu dan berita acara ini, kami ingin klarifikasi dari sisi peraturan perundang-undangannya. Karena disatu sisi dibolehkan, di sisi lainnya tidak diperbolehkan,” jelas Edi.
JP kembali bertanya, bukankan hibah tanah itu dibolehkan dengan catatan dari goverment to goverment (pemerintah ke pemerintah) sedangkan UGJ bukanlah lembaga milik pemerintah. Terlebih status tanah tersebut (yang kini milik Pemkot) adalah tanah yang diperoleh dari hasil hibah Pemerintah Pusat. “Itu diatur dalam Permendagri No 19 tahun 2016 tentang tata cara hibah. Hibah barang milik negara itu dibolehkan hanya untuk pemerintah ke pemerintah. Misal dari pemerintah pusat ke daerah, pemerintah kota ke kabupaten, atau pemerintah kota dengan provinsi. Tapi ada alternatif solusi penggunaan atau pemanfaatan. Penggunaan dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemkot ada atau nggak. Pemanfaatan bila tidak ada, dilakukan sewa menyewa antara UGJ dan Pemkot. Ada apprecial dan tata cara perhitungan nilai berapa sewanya atau per waktu, untuk solusi mengenai UGJ ini,” paparnya.
“Tetapi DPRD tetep meskipun hasil vicon (video conference) pertama itu sudah nyata terjawab, tidak boleh dipindahtangankan sesuai Permenkeu 112 th 2016 dan Kepmenkeu 247 tahun 2019, tetapi juga kita ingin mendengar langsung pernyataan itu. Jadi itu dasar kita belum bisa menutuskan secara pasti tentang sikap dewan terhadap permohonan hibah itu,” imbunya.
Ditanya apaka benar gara-gara hiba UGJ ini terjadi kubu-kubuan di DPRD Kota, Edi menjawabnya diplomatis. “Bukan masalah kubu, itu masalah sepakat dan tidak sepakat, setuju atau tidak setuju. Dalam konteks pembahasan dan pengambilan keputusan itu sudah biasa. Fraksi ini setuju, fraksi ini tidak setuju, itu sudah biasa. Bila Pansus sudah selesai dalam 2 tahapan tadi, lalu mayoritas fraksi setuju untuk diparpurnakan, maka dalam paripurna itu akan diputuskan setuju atau tidak setuju, itu saja. Jika kemudian ada jawaban yang pasti tidak bisa dipindah tangankan atau tidak bisa ditawar lagi, atau tidak bisa dihibahkan, maka pansus akan mengembalikan ini ke Pimpinan DPRD untuk bersurat kepada Walikota Cirebon bahwa hal tersebut belum bisa diparipurnakan,” jelas Ketua Pansus Hibah UGJ ini.
Disinggung mengenai bangunan FK-UGJ yang kini sudah tegak berdiri, Edi enggan mengomentarinya. “Soal bangunan itu bukan wilayah kita, dan kita kan sedang membicarakan aturan hibah. Tapi intinya, kita pada posisi kalau itu selesai baru kita bicara itu (soal bangunan-red). Kita tidak ingin melebihi kewenangan kita,” ucapnya. Disinggung mengenai alur pinjam pakai lahan milik Pemkot tersebut oleh pihak UGJ, Edi kembali enggan berkomentar banyak.
“Kita (Pansus) masih konsen masalah hibah UGJ belum sampai ke sana. Kalau soal (pinjam pakai) itu menjadi ranah eksekutif, dan saya sebagai ketua pansus, bukan tentang tahapan yang dilakukan sebelumnya. Inti yang kita bahas adalah, ini barang milik negara (hasil hibah) lalu dihibahkan lagi, boleh atau tidak,” pungkasnya. (tim/jp)