BEKASI – Sidang gugatan yang dilayangkan DPD Partai Nasdem Kabupaten Bekasi ke Ketua DPRD dan Panlih Wakil Bupati Bekasi telah masuk dalam putusan sela Rabu 25/06/2020.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cikarang, Decky Christian dalam pembacaan putusan sela menyebut eksepsi kompetensi absolut atau keberatan kaitan kewenangan Pengadilan yang diajukan tergugat I, tergugat II dan tergugat Intervensi diterima Majelis Hakim PN Cikarang. Perkara Aquo tersebut bukan menjadi kewenangan Pengadilan Negeri Cikarang, tetapi menjadi yuridiksi kewenangan PTUN Bandung.
Kuasa Hukum DPD Partai NasDem Kabupaten Bekasi, Mohammad Iqbal Salim mengaku keberatan dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Cikarang, sebab menurutnya ada pergeseran substansi dari persoalan yang menjadi materi gugatan.
Menurutnya, putusan tidak objektif. Karena mereduksi kewenangan Pengadilan Negeri. Dalam pertimbangan yang pertanyakan hanya seputar SK, dan masalah posita gugatan. Sementara untuk membedakan ini kewenangan PTUN atau tidak itu ada di Petitum.
“Dalam petitum itu dituliskan membatalkan SK gak, kalau isinya membatalkan SK memang itu kewenangan PTUN. Nah kita kan tidak menyoroti pembatalan, tapi menyoroti perbuatan melawan undang-undang sehingga timbul SK itu, dengan dia tidak mempertimbangan Petitum berarti keputusan dari majelis hakim kurang memiliki pertimbangan yang cukup,” jelasnya.
Masih kata kuasa hukum, dalam gugatan yang dilayangkan, memang tidak membatalkan SK akan tetapi menggugat SK itu cacat karena melawan undang-undang serta tidak memiliki kekuatan hukum sehingga hal itu kewenangan Pengadilan Negeri.
Ia menyebutkan, dalam Undang-undang 10 Tahun 2016 Pasal 176 tertulis bahwa rekomendasi Calon Wakil Bupati Bekasi diserahkan langsung oleh Bupati ke DPRD, namun yang terjadi saat itu rekomendasi tersebut tidak diserahkan oleh bupati dengan alasan belum ada dua nama yang sama.
Tetapi yang terjadi DPRD langsung melakukan penetapan dan pengesahan calon Wakil Bupati Bekasi dan kemudian di Paripurnakan ini yang kita gugat sebenarnya. Belum lagi, munculnya rekomendasi atas nama Akhmad Marjuki dibuat sebelum tatib terbentuk.
Kemudian, ia juga menyoroti kehadiran Nyumarno yang disebut merupakan kuasa tergugat. Sejak awal ia sudah melihat ketidak obyetifan majelis hakim dengan membiarkan anggota DPRD yang bukan merupakan tergugat menjadi kuasa.
Sebab dalam aturan menyebutkan bahwa anggota DPRD tidak boleh beracara ketika yang bersangkutan bukanlah yang tergugat, karena yang ia gugat merupakan Ketua Panlih Pilwabup Bekasi.
“Saya juga akan membuat laporan karena hakim ini mendiamkan anggota dewan jadi kuasa hukum. Kemudian langkah selanjutnya kita mengajukan banding, ini masih lanjut karena keputusan sela itu belum final, baru sebatas kewenangan mengadili,” pungkasnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Kuasa tergugat II, Nyumarno mengatakan, bila kuasa hukum penggugat merasa keberatan akan keberadaannya sebagai kuasa tergugat, seharusnya sejak awal dirinya telah dilarang untuk beracara.
“Ya kalau masih nanya keabsahan surat kuasa saya, itu menjadi ranah dan kewenangan Majelis Hakim. Kenapa tidak dari awal persidangan. Dalam persidangan, eksepsi dan jawaban saya selaku kuasa tergugat, duplik saya selaku kuasa tergugat di beberapa kali sidang sebelumnya, diterima oleh Penggugat dan Majelis Hakim.
Dalam persidangan, penggugat juga tidak pernah melakukan keberatan atau eksepsi dan bantahan apapun kaitan legal standing saya sebagai kuasa tergugat,” beber Nyumarno.
Dalam putusan sela yang dibacakan Majelis Hakim, dirinya mengaku menerima dan mengapresiasi putusan tersebut, lantaran permohonan eksepsi kompetensi absolut yang ia ajukan kaitan kewenangan peradilan untuk memeriksa dan mengadili perkara aquo, merupakan kewenangan PTUN Bandung.
“Yuridiksi peradilan yang memutus pokok perkara dan petitum penggugat yang dalam gugatannya meminta kepada majelis hakim untuk menyatakan SK tergugat I yakni Ketua DPRD cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Dan permintaan penggugat untuk menyatakan surat keputusan tergugat II yakni Ketua Panlih adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap, itu adalah kewenangan Peradilan PTUN,” bebernya.
Menurutnya sudah benar putusan Majelis Hakim, bahwa Pengadilan Negeri Cikarang tidak mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili pokok perkara yang berkaitan dengan keabsahan keputusan objek Tata Usaha Negara. (Fal)