BEKASI – Koalisi Rakyat Bekasi (KIRAB), turut mengawasi Bantuan Sosial bagi warga masyarakat terdampak Covid-19 di wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dan sekitarnya.
KIRAB hadir untuk memastikan Bansos Covid-19 diterima warga yang membutuhkan, serta dikelola dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dari hasil pengamatan sejauh ini, KIRAB menilai pengelolalaan dan penyaluran Bansos oleh pemerintah daerah Kabupaten Bekasi amburadul.
Pegiat KIRAB, R. Meggi Brotodihardjo mengatakan, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang digunakan untuk menyalurkan Bansos tidak update, tidak jelas siapa dapat apa! Bahkan, lebih miris lagi diduga kuat DTKS yang digunakan Out of Date, produk tahun 2012. Sehingga, dapat diprediksi dan sangat sulit menggambarkan Bansos akan tepat sasaran,” bebernya, Sabtu (09/05/2020).
Meski demikian, Meggi mendesak agar DTKS terus dan segera diperbaharui dengan kondisi masyarakat saat ini. Ia meminta pemda segera turun ke lapangan untuk memverifikasi dan validasi kondisi existing yang layak mendapat Bansos, namun belum masuk DTKS dengan melibatkan RT, RW, Pamong Desa, dan Kelurahan. Untuk selanjutnya ditetapkan siapa dapat bantuan apa. Begitu pula, mendata masyarakat yang masuk DTKS. Namun, sebenarnya tidak layak menerima Bansos.
“Pemda segera verifikasi dan validasi ke lapangan untuk memastikan pemberian Bansos selanjutnya lebih tepat sasaran,” tukasnya.
Lebih lanjut Meggi mengatakan, KIRAB juga mempertanyakan tentang Anggaran Pemutakhiran Data Bansos yang setiap tahun selalu ada dan besar, tapi hasilnya terkesan amburadul.
“Dari hasil pemantauan KIRAB terhadap Bansos COVID-19 ini, telah memunculkan berbagai masalah, seperti buruknya data bansos, penyaluran yang terlambat dan tidak tepat sasaran maupun double, pencitraan, serta dugaan tidak transparan dan tidak akuntabel,” ujar Meggi.
Seperti diungkapkan, Pegiat KIRAB, Gunawan SNIPER, sepertinya berbagai kegiatan tentang Bansos Covid-19 dilaksanakan tanpa memperhatikan kaidah transparansi dan akuntabilitas dinilai ada penyimpangan APBD di Bansos untuk dampak Corona, KIRAB lapor ke Kejari Cikarang.
“Atas temuan itu, kami, KIRAB juga telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Cikarang untuk melaporkan berbagai dugaan itu, termasuk kepada pihak-pihak terkait,” ucapnya.
Proses pendistribusian sejumlah bahan pangan juga semestinya melibatkan sektor ekonomi di Bekasi seperti pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sehingga, secara efektif bisa memberdayakan perekonomian di daerah atau di sektor lapisan bawah bisa ikut bergerak dan juga menjaga daya beli.
“Tujuannya adalah dalam rangka pemberdayaan UMKM. Jadi, jangan hanya jejaring Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tapi juga lebih penting pelaku-pelaku usaha UMKM di daerah ini bisa dilibatkan dalam pengadaan dan distribusi Bansos,” jelas Megi.
“Dan kami harapkan juga bukan hanya dalam bentuk Bansos, tapi juga bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) sehingga masyarakat bisa memiliki daya beli dan juga akan mempunyai efek secara langsung terhadap iklim usaha dan iklim bisnis di bawah seperti UMKM,” paparnya.
Sementara itu, Pegiat KIRAB, Rahmat Damanhuri, sangat menyesalkan hingga saat ini belum ada klarifikasi Bupati maupun pemerintah daerah Kabupaten Bekasi terkait penempelan sticker/foto Bupati pada Bansos, maksud dan tujuannya, biayanya, dan perintah siapa.
Vijay, panggilan akrab Rahmat Damanhuri menilai, politisasi bantuan sosial (Bansos) oleh kepala daerah dapat dijerat dengan undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurutnya, kepala daerah yang mempolitisasi Bansos terindikasi melanggar Pasal 76 ayat 1: “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Lebih lanjut pada Pasal 78 ayat 2 disebutkan, bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat diberhentikan. Salah satunya pada huruf e yang berbunyi jika melanggar larangan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sebagaimana dimaksud Pasal 76 ayat 1, kecuali huruf c, huruf i dan huruf j.
“Ini sebuah pasal yang dapat dikonstruksi untuk kepala daerah yang melakukan politisasi bansos, dan itu bisa dibuktikan untuk diimpeach sebagaimana proses yang disampaikan di pasal 80,” papar pengurus KNPI Kabupaten Bekasi ini.
“KIRAB juga menghimbau kepada seluruh masyakat untuk menuruti aturan pemerintah dalam rangka mengatasi pandemi Covid-19, sebaiknya kita tetap dirumah aja, tidak mudik, ikuti protap pencegahan Corona dan bersama-sama menggapai asa Bekasi yang Baru, Bekasi yang Bersih tanpa KKN. Sehingga, terkesan banyak yang ditutup-tutupi. KIRAB mencium adanya dugaan penyimpangan APBD,” pungkasnya. (Jar)