JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mencekal/mencegah dua petinggi PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR) atau Cirebon Power berpergian ke luar negeri dalam kasus korupsi mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra. Mereka petinggi Cirebon Power ini adalah CEO PT CEPR Heru Dewanto dan Direktur Corporate Affairs PT CEPR Teguh Haryono.
Kedua petinggi Cirebon Power itu dilarang ke luar negeri terkait penyidikan kasus dugaan gratifikasi yang menjerat mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra. “Pelarangan ke luar negeri dilakukan selama enam bulan ke depan terhitung sejak 1 November 2019,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat (15/11/2019) lalu.
Pada kasus ini, KPK menetapkan mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra (SUN) tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Febri mengatakan pencegahan keduanya dilakukan menyangkut dugaan suap perizinan dalam proyek PLTU Cirebon 2. KPK menduga Sunjaya menerima Rp 6,04 miliar dari General Manager Hyundai Engineering Construction Herry Jung. Uang diduga diberikan untuk mengurus perizinan proyek PLTU 2 Cirebon. CEPR adalah kontraktor utama pembangunan proyek tersebut.
Kasus yang membuat Heru dan Teguh dicegah berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sunjaya pada Oktober 2018. KPK menduga Sunjaya menerima suap terkait jual-beli jabatan di Pemkab Cirebon. Dalam kasus itu, Sunjaya dihukum 5 tahun.
Belakangan KPK kembali menetapkan Sunjaya menjadi tersangka penerima suap, gratifikasi dan pencucian uang. KPK menduga Sunjaya menerima duit dari proyek PLTU Cirebon 2 dan proyek perumahan di Cirebon.
Dari pengembangan kasus ini, KPK kemudian menetapkan GM Hyundai Engineering Construction Herry Jung dan Dirut PT King Properti Sutikno menjadi tersangka pemberi suap kepada Sunjaya.
Siapa Heru Dewanto?
Dalam perjalanan dunia kelistrikan nama Heru Dewanto cukup dikenal di dunia kelistrikan atau pembangkit. Meski disampaikan juru biacara KPK Febri bahwa Heru yang juga politikus Partai Golkar dan sempat menjadi Caleg Golkar di Jateng Dapil 10 , namun dia juga Wakil Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Heru dicegah keluar negeri untuk proses penyidikan kasus ini. “Agar saat diagendakan pemeriksaan tidak sedang berada di luar negeri,” ujar Febri.
Pada Hari Listrik Nasional ke 73 – PowerGen Asia di ICE BSD yang bulan September 2018 Heru bertindak sebagai Sekretaris Jenderal MKI (Masyarakat Kelistrikan Indonesia). Saat itu pernah mengatakan, “Struktur pasar ketenagalistrikan saat ini sangat bergantung pada PLN, karenanya syarat utama keandalan struktur ini adalah PLN harus sehat baik secara keuangan maupun keandalan pengoperasian. Sedikit saja kesehatan PLN terganggu maka keseluruhan sistem ketenagalistrikan di tanah air akan terganggu” ujar Heru.
Heru juga merujuk pada berbagai kemajuan teknologi di pembangkitan, transmisi dan distribusi, optimalisasi operasi, inovasi EBT (Energi Baru dan Terbarukan), serta digitalisasi. Teknologi baru seperti smart grid, big data dan AI (Artificial Intelligence), distributed energy resources, blockchain, cyber security, dan beragam teknologi baterai telah mewarnai industri ketenagalistrikan.
Dunia sedang menyambut era prosumer (producer dan consumer) dan enernet (energy on internet) dan kebangkitan EBT. Heru mengatakan:“Kemajuan teknologi yang sangat pesat mendorong kita untuk mulai memikirkan peran PLN dan struktur pasar ketenagalistrikan di masa depan”. Kebijakan dan regulasi perlu disiapkan untuk mengantisipasi perubahan besar yang dihasilkan dari revolusi teknologi yang akan berujung pada perubahan bisnis model.
Di sisi lain, data dari PLN menunjukkan bahwa saat ini masih ada 3.660 desa di kawasan Tertinggal, Terluar, dan Terdepan (3T) yang belum teraliri listrik. Sementara menurut Menteri ESDM Ignasius Jonan, masih ada 400 ribu-an rumah di daerah 3T yang sama sekali belum teraliri listrik. Melihat situasi ini, Heru mengusulkan pengembangan energi terbarukan secara serius untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Sinar matahari, panas bumi, air, dan bio massa adalah energi terbarukan yang melimpah di negara ini namun belum dimanfaatkan dengan maksimal.
“Tantangan teknologi adalah bagaimana agar berbagai energi terbarukan ini menjadi terjangkau harganya. Pemanfaatkan panel surya untuk memenuhi kebutuhan listrik pribadi sekaligus produsen listrik mendorong lahirnya era prosumer. Kita tidak bisa sepenuhnya bergantung pada satu lembaga saja untuk mencapai target EBT 23% pada tahun 2025. Diperlukan kolaborasi banyak pihak dengan memanfaatkan kemajuan teknologi”, jelas Heru.
Pemikiran Heru ini menarik sebenarnya sebagai boss Cirebon Power banyak masuka untuk urusan listrik bangsa ini namun politikus yang masuk ke Golkarnya di lingkaran karena kedekatan dengan Menteri Airlangga bukan kader Golkar dari bawah.
Jika ditelusuri media ini (EnergyWorld) pernah menulis bahwa Cirebon Power kehadirannya sempat menjadi masalah.
Makanya Perjuangan Penyelamatan Lingkungan dan Sosial Dimulai,Wahana Lingkungan Hidup Indonesia ( WALHI ) bersama warga sempat menggugat Izin Lingkungan PLTU Batu Bara Cirebon 2 Untuk Dicabut.
Dimana rilis Walhi kepada Redaksi Senin, 4 Desember 2017 Walhi dengan ini berdasar hubungan dengan telah dilampauinya waktu 7 (tujuh) hari sejak surat Somasi WALHI diterima Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Barat pada tanggal 14 November 2017.
Kini WALHI mendesak agar Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor : 660/08/19.1.05.0/DPMPTSP/2017 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan dan Operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap Kapasitas 1 x 1000 MW Cirebon di Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Mundu Daerah Kabupaten Cirebon oleh PT. Cirebon Energi Prasarana tertanggal 17 Juli 2017, dicabut.
Maka pada hari ini Senin, 4 Desember 2017 warga terdampak masyarakat Kanci Kulon melalui perwakilannya bersama dengan organisasi lingkungan hidup dalam hal ini WALHI kembali mengajukan gugatan atas terbitnya izin lingkungan tersebut di atas. Gugatan telah didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Bandung.
Pihak tergugat dalam hal ini adalah DPMPTSP selaku penerbit izin.Perlu disampaikan bahwa izin lingkungan kegiatan pembangunan dan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap Kapasitas 1 x 1000 MW Cirebon di Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Mundu Daerah Kabupaten Cirebon oleh PT. Cirebon Energi Prasarana sebelumnya telah dinyatakan cacat yuridis dan diperintahkan untuk dicabut oleh putusan PTTUN Jakarta.
Namun DPMPTSP Jawa Barat kemudian menerbitkan izin lingkungan yang baru. Tim Advokasi Hak Atas Keadilan Iklim sebagai pihak yang diberi kuasa oleh para penggugat menyatakan izin baru tersebut juga cacat secara yuridis.
Dasar alasan gugatan adalah:
1. Keputusan izin lingkungan proyek PLTU batu bara Cirebon 2 mengandung cacat hukum,baik secara substantif maupun prosedural.
2. Keputusan izin lingkungan proyek PLTU batu bara Cirebon 2 yang baru tidak dapat menggunakan Pasal 50 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang mengatur perubahan Izin Lingkungan atas KTUN yang masih sah dan berlaku tidak dapat digunakan dalam penerbitan Izin Lingkungan yang baru ini.
3. Bahwa Pasal 114a Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional tidak berlaku untuk Izin Lingkungan.4. Izin lingkungan PLTU batu bara Cirebon 2 tidak dilakukan secara transparan dan partisipatif. Dalam arti tidak melibatkan warga terdampak dan organisasi lingkungan hidup.
Lebih lanjut Willy Hanafi, SH , wakil dari Tim Advokasi Hak Atas Keadilan Iklim menyatakan tindakan DPMPTSP Prov. Jawa Barat yang mengeluarkan Izin Lingkungan baru menyalahi prosedur yang berlaku, tanpa melibatkan partisipasi warga masyarakat terdampak, dan tanpa itikad baik mengakomodir perbaikan substantif sebagaimana telah disampaikan dalam gugatan TUN atas Izin Lingkungan PT CEP yang lama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana telah diuraikan di atas dan dengan demikian cacat yuridis dan dapat dibatalkan oleh pemberi izin.
Ketua WALHI Jawa Barat, waktu itu Dadan Ramdan menambahkan bahwa keluarnya izin lingkungan baru PLTU Cirebon 2 cacat prosedur dan substansi. Serta mendesak dan mengingatkan JBIC serta bank lain yang terlibat dalam pendanaan proyek tersebut untuk membatalkan pinjamannya karena warga bersama dengan WALHI sedang melalukan gugatan.
“Jawa Barat tidak perlu membangun PLTU batu bara yang akan menambah beban pencemaran lingkungan, ” jelas Dadan.
Sebelumnya secara pengakuan PT Cirebon Energi Prasarana Pembangkit Listrik Tenaga Uap Cirebon, Jawa Barat, mengklaim untuk pembangunan PLTU II yang berkapasitas 1000 megawatt akan menghasilkan emisi lebih sedikit dan teknologi yang digunakan adalah yang pertama di Indonesia.
“Kami pastikan untuk emisi yang dikeluarkan nantinya akan sedikit dan teknologi yang kita gunakan itu pertama di Indonesia,” kata President Director PT Cirebon Energi Prasarana Heru Dewanto di Cirebon.
Emisi yang dikeluarkan sedikit, penggunaan batu bara sebagai bahan bakarnya juga akan berkurang tidak seperti PLTU I dan ini merupakan upaya dari pihaknya dalam meminimalkan penggunaan batu bara.
Klaim lainnya bahwa Pihaknya juga mengusung “go grean” pada pembangunan PLTU II yang direncanakan akan menghasilkan daya 1000 megawatt itu.
“Intinya kami berupaya sebisa mungkin untuk meminimalkan emisi dan penggunaan batu bara yang belakangan ini menimbulkan pro kontra,” tuturnya.
Memang dalam data ENERGYWORLD bahwa PT Cirebon Energi Prasarana pernah meraih Asian Power Awards dan menobatkan PLTU Cirebon sebagai Coal Power Project of the Year tahun ini. Penghargaan bergengsi ini diberikan kepada ratusan pelaku industri energi terbaik di kawasan Asia.
Kemajuan IPTEK memungkinkan pembangkit listrik menggunakan teknologi batu bara bersih. Sehingga, PLTU tidak lagi seperti dulu, teknologi subcritical mulai ditinggalkan dan PLTU telah beralih ke teknologi supercritical. Dengan teknologi supercritical, PLTU bisa beroperasi dengan lebih efisien. Less coal, less emission, benarkah ini?
Nah kini apakah dengan di cekalnya sang CEO Cirebon Power kekeliruan yang terjadi akan terbongkar? (red/dbs)