CIREBON – Selama belasan, bahkan ada yang puluhan tahun, para pimpinan di PD BPR Kab Cirebon, seperti PD BPR Babakan, PD BPR Astanajapura, PD BPR Waled, PD BPR Karangsembung dan PD BPR lainnya, tak pernah dirotasi atau diganti. Hal itu justru akan berdampak tidak sehat bagi lembaga seperti PD BPR yang modalnya bersumber dari pemerintah, baik dari Pemkab maupun Pemprov.

Peneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Gunardi Ridwan, menganggap masalah di atas memiliki daya rusak yang lebih parah ketimbang korupsi.
“Ini lebih memiliki daya rusak yang lebih parah. Kalau korupsi kan curi dikit, kelar. Kalau kolusi/nepotisme bisa beranak pinak,” ujar dia ketika berbincang dengan jabarpublisher.com belum lama ini.
Merujuk pada kasus di PD BPR ini, lanjut dia, mereka (kepala daerah) biasanya malah lebih suka gonta-ganti penjabat di level JPT/kepala dinas, yang pada akhirnya suka muncul kasus balas jasa dan balas budi.
“Ada lagi, malah kalau ada mutasi pegawai ini bisa dijadikan ATM kepala daerah. Karena disinyalir ada harga di setiap jabatan,” ujar dia
“Biasanya kalau di Pemda, karena PPK (pejabat pembina kepegawaian) nya adalah kepala daerah yang notabenenya berasal dari parpol pemilu maka sering terjadi seperti itu,” katanya lagi.
Ketika disinggung apakah mereka yang tak diganti karena “satu gerbong”, Ridwan menilai realitas yang terjadi memang seperti itu. Karena, kekuatan berada di tangan kepala daerah.
“Ya di regulasi terkait Pemda dan ASN memang seperti itu, kekuatan kepala daerah memang full power, makannya isu moneynya harus jadi agenda terdepan. Usaha pusat, KPK dan instansi terkait untuk upaya pencegahan harus diutamakan,” katanya lagi.
Dia mengaku tidak ada bila ada satu lembaga yang menerapakan seperti ini, karena mereka yang duduk bersama dengan mengemban tugas di pemerintahan tak lepas dari peran politis.
“Itu tadi, politisasi birokrasi atau malah birokrasi yang berpolitik. Karena kepala daerah full power, sehingga kadang ada anggapan siapa yang dekat dengan kepala maka akan dapat jatah. Ini yang membuat ASN kita tidak profesional dan imparsial,” kata dia.
“Bisa dicek juga di UU ASN yang baru, disana ada nilai terkait ASN harus netral dan bebas dari kepentingan. Kadang mereka bisa jadi korban politik. Atau malah berpolitik biar bisa dapat jabatan. Wacana untuk menggeser PPK di jabatan karir (sekda) menurut saya bisa menjadi bahan diskusi,” ujar dia.
Plt Bupati: Pimpinan PD BPR Bisa Diganti Saat Habis Masa Jabatan
Sementara itu, Plt Bupati Kab.Cirebon H. Imron Rosyadi saat dikonfirmasi terkait Merger PD BPR menjelaskan, bahwa sampai saat ini masih belum ada keputusan tentang kapan BPR di merger, karena masih dalam proses dan dikaji oleh OJK.

Kemudian Imron juga menambahkan, tentang Pimpinan PD BPR yang tidak pernah dirotasi atau diganti itu karena BPR sifatnya independan. “Paling kalau kita mau ngerubah atau mengganti, itu bila yang menjabat sudah habis masa jabatannya. Dan di setiap BPR itu yang berwenang ya pemimpinya, kapasitas kita (Pemkab), adalah sebagai yang punya saham,” pungkas Imron Rosyadi.
Biaya Merger Lebih Mahal Dari Modal Inti?
Terpisah, salah satu sumber JP di internal BPR menyebutkan, saat ini ada LSM yang tengah mempermasalahkan kepemimpinan PD BPR yang imbasnya menjadikan Bupati dalam hal ini Plt Bupati Cirebon, mendalaminya guna mengetahui kondisi real yang sedang terjadi. “Ada LSM yang mempermasalahkan Kepemimpinan dan Merger BPR, nyampe ke telinga bupati. Ya akhirnya pak bupati lagi mencari data yang valid tentang berita tersebut. Kayanya sih berimbas ke merger yang tertunda, kemungkinannya begitu. Karena pak bupati masih baru dan tidak mau dibohongi,” ujarnya.
Sumber juga menyebutkan jika memang bupati kini sedang mencari data terkait BPR, maka cukup memintanya ke para pihak terkait. “Yang gak habis pikir, kan disana gudangnya data, pak bupati cukup minta ke staf, pasti dikasih datanya. Atau para staf asisten dan sebagainya cuma ABS (asal bapak senang) atau memang mereka sedang mencari celah atas ketidakpahaman pak bupati,” imbuhnya dengan nada kritis.
Di akhir ungkapannya, sumber juga menyebutkan bahwa biaya merger jauh lebih besar daripada kucuran modal inti. “Pemda ngucurin modal inti ke beberapa BPR biayanya gak sebesar biaya merger, sebenernya. Untuk memeriksanya cek saja modal inti tiap BPR di laporan publikasi OJK,” tandas sumber. Namun saat ditanya berapa besaran biaya merger tersebut, sumber menyarankan wartawan agar menghubungi/mengkonfirmasi langsung Tim Teknis Merger PD BPR yang ada di samping gedung BKPSDM Kab Cirebon. (wis/adi/jay)
