JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli sebagai saksi kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Kamis (11/7/2019).
Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sjamsul Nursalim. “Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJN,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis.
Dalam pengembangan kasus BLBI, KPK menetapkan Sjamsul Nursalim selaku obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini berdasarkan hasil pengembangan perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
Majelis hakim dalam putusannya saat itu memandang perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.
Syafruddin selaku Kepala BPPN melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham. Padahal, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.
Perbuatan Syafruddin dinilai telah menghilangkan hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun.
Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (10/7) memeriksa Mantan Menteri BUMN, Laksamana Sukardi terkait kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia. Laksamana diperiksa untuk tersangka Sjamsul Nursalim.Meski enggan menjelaskan, seberapa dekat mengenal Samsul Nursalim, Laksamana Sukardi mengaku berusaha kooperatif dengan penyidik.
Seberapa besar negara dirugikan?
Kucuran dana BLBI yang diterima Sjamsul sebagai pemegang saham pengendali BDNI adalah sebesar Rp27,4 triliun. Sjamsul kemudian membayar dengan aset-aset miliknya serta uang tunai hingga menyisakan utang sebesar Rp 4,8 triliun.
BBPN juga menagihkan pembayaran sebesar Rp1,1 triliun kepada para petani tambak Dipasena, yang adalah debitur BDNI. Oleh karena itu, masih ada Rp3,7 triliun yang harus ditagih BPPN ke BDNI.
Namun Kepala BPPN Syafruddin justru mengeluarkan SKL (Surat Keterangan Lunas ) pada April 2004, sehingga masih ada dana sebesar Rp3,7 triliun yang belum dikembalikan ke negara.
Sekilas Tentang Kasus BLBI
Apakah BLBI itu?
BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) adalah dana talangan yang diberikan pemerintah ketika krisis keuangan melanda Indonesia pada 1997.
Ada 48 bank komersil bermasalah akibat krisis pada saat itu, di antaranya adalah Bank Central Asia (BCA) milik Anthoni Salim (yang juga memiliki Indofood), Bank Umum Nasional milik Mohamad ‘Bob’ Hasan, Bank Surya milik Sudwikatmono, Bank Yakin Makmur milik Siti Hardiyanti Rukmana, Bank Papan Sejahtera milik Hasjim Djojohadikusumo, Bank Nusa Nasional milik Nirwan Bakrie, Bank Risjad Salim Internasional milik Ibrahim Risjad.
Total dana talangan BLBI yang dikeluarkan sebesar Rp144,5 triliun. Namun 95% dana tersebut ternyata diselewengkan, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan, dan dinilai sebagai korupsi paling besar sepanjang sejarah Indonesia.
Mengapa baru sekarang?
Kasus penyelewengan dana BLBI adalah kasus yang sudah menggantung lebih dari satu dekade.
Namun baru kali ini diselidiki oleh KPK dan naik menjadi penyidikan dan menetapkan tersangka. Sebelumnya pada 2008, Kejaksaan Agung menyelidiki Sjamsul yang diduga menyelewengkan dana BLBI. Namun, pada Februari penyelidikan tersebut dihentikan.
Tak lama, KPK menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan, ketua tim jaksa penyelidik BLBI yang menerima suap dari Artalyta Suryani, orang dekat Sjamsul.
KPK sendiri sudah mulai menyelidiki kasus ini sejak 2014 di bawah pimpinan Abraham Samad.
Dengan jumlah kerugian negara yang berkisar Rp140 triliun, penyelidikan penyelewengan dana BLBI menjadi salah satu prioritas lembaga antikorupsi tersebut.
Ahli hukum pidana bidang pencucian uang yang juga sempat menjadi panitia seleksi KPK, Yenti Garnasih, mengatakan bahwa kasus BLBI ini adalah ‘hutang’ KPK yang harus segera diselesaikan. (dbs/red)