BANDUNG – Dalam sidang Pledoi kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (8/5/2019), tim penasehat hukum terdakwa Sunjaya Purwadisastra menilai bahwa salah satu pasal tuntutan dari jaksa penuntut umum terhadap Sunjaya Purwadisastra tidak tepat.
Dalam sidang tuntutan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan menggunakan pasal 12 huruf b Undang Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana dalam dakwaan pertama.
“Sangatlah tidak tepat karena unsur dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajibannya, tidak terpenuhi atau terbukti,” ujar salah satu Tim Penasehat Hukum, Suwandi Subrata alias Wanwan.
Oleh karena itu, kata Wawan, pihaknya selaku tim penasehat hukum terdakwa berkesimpulan bahwa atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa hanya terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melanggar pasal 11 Undang Undang No 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHPidana.
Untuk itu, tim penasehat hukum terdakwa Sunjaya menyampaikan dua buah permohonan kepada majelis hakim, Berdasarkan uraian serta pertimbangan pertimbangan hukum, “Kami memohon agar pengadilan tindak pidana korupsi melalui yang mulia majelis hakim atas nama terdakwa Sunjaya Purwadisastra agar berkenan memutuskan, menyatakan terdakwa hanya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 11 Undang Undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHPidana,” ujarnya dalam persidangan.
Adapun bunyi UU yang dimaksud yakni, Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan
dengan jabatannya.
Kedua, “memohon agar majelis hakim dapat menjatuhkan hukuman seringan ringannya kepada terdakwa, apabila majelis hakim berpendapat lain maka demi hukum, terdakwa memohon keputusan seadil adilnya,” ungkapnya.
Selain itu, tim penasehat hukum terdakwa menyampaikan hal hal yang dapat meringankan terdakwa yang bisa menjadi bahan pertimbangan majelis hakim, diantaranya bahwa terdakwa belum pernah dihukum, selama persidangan terdakwa berlaku sopan, kooperatif dan tidak mempersulit jalannya proses pemeriksaan persidangan, “terdakwa selaku bupati kabupaten cirebon, sedikit banyak telah melakukan dan menciptakan banyak perubahan dan pembangunan pada Kabupaten Cirebon ,” ungkapnya. (cuy/jp)