Home » Bandung » Pasca Pondok Dustira Dikonsinyasi, Kini Pemegang SHGB Gugat Pemilik AJB
?????????????

Pasca Pondok Dustira Dikonsinyasi, Kini Pemegang SHGB Gugat Pemilik AJB

BANDUNG BARAT – Pada Jumat (19/10) lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bale Bandung melakukan Sidang Pemeriksaan Setempat (Decente. Red-) terhadap 16 (enam belas) kavling bersertipikat sebagai perkara nomor 170/Pdt.G/2018/PN Blb. Sidang decente ini dipimpin langsung majelis hakim Siti Hamidah, S.H, M.H., bersama Kukuh Kalinggo Yuwono, SH. MH, serta Panitera Yeyen, S.H. dan dihadiri oleh penggugat Asep Saepudin dan Tergugat Angela Chrismasanta dan didampingi kuasa hukum masing-masing. Dari Kantor Pertanahan (Kantah) Kab. Bandung Barat, tampak hadir Joko bersama Hartini, perwakilan dari PT. Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), serta aparat Desa Gadobangkong, beberapa aparat Polisi dan Tentara.

Kepada Jabar Publisher, baik oleh Penggugat maupun Tergugat mengaku bahwa 15 kavling dari 16 (enam belas) obyek perkara tersebut sudah dibebaskan oleh KCIC untuk jalur kereta cepat Jakarta Bandung. Ke-15 kavling tersebut hingga saat ini berstatus Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama pemegang hak PT Euntreup Endah Mandiri (PT EEM). Informasinya, beberapa tahun lalu ke-15 kavling tersebut sudah dijual PT EEM kepada Angela Chrismasanta berdasarkan Akta Jual Beli (AJB), dan hingga kini kavling tersebut dalam penguasaan Angela. Walaupun Angela Chrismasanta mengaku sudah membeli dan menguasai 15 kavling, namun sertipikat tanah tersebut masih atas nama pemegang hak PT Euntrep Endah Mandiri.

Secara normatif, pihak pembeli tanah akan menghubungi pemegang sertipikat berdasarkan sepengetahuan kantor pertanahan setempat. Dalam hal ini, PT EEM merupakan pihak pemegang hak atas kavling tersebut dan masuk dalam daftar pembebasan lahan proyek kereta cepat Jakarta Bandung, bukan Angela Chrismasanta. Namun karena muncul somasi (keberatan. Red-) dari pihak Angela, maka oleh PT KCIC, uang untuk pembelian/pembebasan lahan tersebut dititipkan melalui Pengadilan Negeri Bale Bandung. Sistem konsinyasi atau menitipkan ganti rugi di pengadilan menjadi solusi dari diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

“Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Pembangunan, karena belum tercapai hasil musyawarah dari pihak-pihak yang berkeberatan dan belum adanya putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung, maka biaya pembelian/ganti rugi atas lahan tersebut dititipkan di Pengadilan Negeri Bale Bandung, “kata sumber Jabar Publisher di Bandung, baru-baru ini.

Kepada wartawan, Joko dari KSP Kantah KBB menegaskan bahwa dari data yang mereka miliki, ke-15 kavling tanah yang masuk dalam obyek perkara nomor 170/Pdt.G/2018/PN Blb masih atas nama PT Euntrep Endah Mandiri. “Dari data yang kami miliki, 15 kavling ini atas nama PT Euntrep Endah Mandiri. Satu kavling lagi atas nama Angela Chrismasanta, “kata Joko di lokasi sidang decente Sebelum persoalan ini bergulir ke PN Bale Bandung, pihak penggugat Asep Saepudin dan istrinya Juwita mengaku telah melakukan komunikasi dengan tergugat Angela Chrismasanta.

“Sebenarnya, sempat muncul kesepakatan bersama. Tapi karena ada masukan lain, pihak Angela menganulir kesepakatan itu. Akhirnya, mau tidak mau kami ajukan gugatan ini ke PN Bale Bandung., “kata Asep, Jumat, (19/10).
Diketahui, Asep Saepudin sebagai Penggugat melayangkan gugatan ke PN Bale Bandung, pada Senin, 20 Agustus 2018 lalu. Angela Chrismasanta menjadi tergugat dalam perkara ini. Sebagai Petitum Primair (Tuntutan Pokok. Red-), Penggugat memohon Hakim PN Bale Bandung untuk menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan menyatakan Akta Jual Beli No.331/2007 yang di tanda-tangani antara Penggugat dengan Tergugat di hadapan Turut Tergugat II selaku Notaris  dan Pejabat Pembuat Akta  Tanah adalah batal demi hukum.

 

Selain itu penggugat menuntut agar Tergugat dihukum membayar ganti kerugian kepada Penggugat sebesar Rp. 2.623.500.000 (dua milyar enam ratus dua puluh  tiga juta  lima ratus ribu rupiah) dan menuntut agar Turut Tergugat I Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bandung Barat untuk melakukan pencabutan blokir sertipikat-sertipikat milik Penggugat.
Di sisi lain, sumber Jabar Publisher mengatakan Akta Jual Beli (AJB) merupakan surat perjanjian yang mendasari telah terjadinya proses jual beli terhadap suatu obyek antara pembeli dan penjual dengan kesepakatan harga tertentu . Melalui AJB tersebut, PPAT telah menyatakan secara sah bahwa telah terjadi peralihan hak atas tanah dan berlaku selamanya selama tidak ada peralihan hak lagi atas tanah tersebut. Sementara, sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Maka sangat disayangkan, lahan sudah ber-AJB tapi sertipikatnya belum dibaliknama atas pembeli. Jangankan itu (hanya memiliki AJB. Red-), sertipikat saja masih rentan gugatan, kata sumber. (des)

One comment

  1. Asep adalah pemain tanah yg banyak bermasalah dgn orang lain, banyak korban yg tertipu, Alimuddin, Angela chrismanta, Dede Hendra, H. Ori, Tini, Lastar dll. Asep tidak dapat bermain sendiri pasti melibatkan oknum pejabat terkait, dan banyak laporan polisi sedang proses. Bahkan fasos fasum aja bisa dijual yg harusnya milik pemerintah dgn harga Rp 17.440.000.000. Oh my God… Saat aparat hukum bertindak adil dan benar. Saya siap menjadi saksi dengan disertai data otentik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*