Home » Cirebon » Pekerja Alami Cacat Bisa Diterima Kembali Bekerja

Pekerja Alami Cacat Bisa Diterima Kembali Bekerja

CIREBON – Ada kabar baik bagi para pekerja, khususnya yang bekerja di tempat-tempat yang rawan kecelakaan. Melalui program jaminan kecelakaan kerja (JKK) ada program Return To Work (RTW) BPJS Ketenagakerjaan, peserta akan mendapatkan pendampingan ketika mengalami kecelakaan kerja yang berakibat cacat atau berpotensi cacat.

Demikian intisari dari kegiatan Sosialisasi Program Jaminan Kecelakaan Kerja Return to Work (JKK-RTW) BPJS Ketenagakerjaan sekaligus peringatan Hari Buruh Internasional yang digelar oleh Masyarakat Peduli BPJS (MP BPJS) dan Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) Wilayah Cirebon di Aula BLK Plumbon Kabupaten Cirebon (10/5/2018).

Acara ini dihadiri oleh Hery Susanto Koordinator Nasional Masyarakat Peduli BPJS (KORNAS MP BPJS), Kusmayadi (Balai Pelayanan dan Pengawasan Ketenagakerjaan Pemprop Jabar), Eneng Siti Hasanah (Kabid Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Cirebon), Bayu Permana (Staf BPJS Ketenagakerjaan Pusat), Abdullah (Kadisnaker Pemkab Cirebon), Supirman (DPRD Kab Cirebon) dan Agus Humaidi Abdullah (Ketua Umum FSPS pusat) dan Amal Subkhan (Ketua FSPS Cirebon), Asep Sobarudin (Ketua SPN Cirebon).

Peserta kegiatan tersebut terdiri 200 orang dari unsur ormas MP BPJS, FSPS dan serikat pekerja se wilayah Cirebon. Dalam kegiatan itu disampaikan pembayaran klaim Rp 24 juta jaminan kematian BPJS ketenagakerjaan kepada anggota MP BPJS Cirebon bernama Tan Boen Hoei warga Desa Sutawinangun, Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon. Sekaligus penyerahan draft Raperda Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan versi MP BPJS kepada Supirman selaku Ketua Bapemperda DPRD Kab Cirebon.

Hery Susanto KORNAS MP BPJS mengatakan pendampingan bermula sejak terjadinya musibah kecelakaan kerja hingga pekerja bekerja kembali. Tujuan program ini adalah untuk memastikan pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dapat kembali bekerja tanpa menghadapi resiko pemutusan hubungan kerja karena kecacatan yang dialaminya.

Hery Susanto menambahkan potensi bahaya ditempat kerja seperti dampak penggunaan mesin, alat kerja, bahan dan faktor lingkungan kerja. Berbagai potensi itu bisa mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

“Perlindungan menyeluruh di lingkungan kerja merupakan salah satu upaya peningkatan kesejahteraan pekerja,” kata Hery Susanto.

Menurut Hery Susanto, pelaksanaan JKK-RTW oleh BPJS Ketenagakerjaan, harus didukung semua pihak. Pemerintah juga dituntut menerbitkan regulasi agar program terimplementasi sesuai harapan. Apalagi program itu sangat strategis mendukung Pasal 153 ayat (1) huruf (j) UU Ketenagakerjaan yang intinya melarang pengusaha memutus hubungan kerja buruhnya yang mengalami cacat atau sakit akibat hubungan kerja.

“Pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan,” kata Hery Susanto.

Sesuai dengan UU Ketenagakerjaan, hal itu juga sejalan dengan UU No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat yakni perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan serta perlakuan sama kepada penyandang disabilitas dengan mempekerjakan penyandang disabilitas di perusahaannya.

“Ini disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, tingkat pendidikan dan kemampuannya. Setiap perusahaan harus mempekerjakan minimal 1 penyandang cacat untuk setiap 100 orang pekerja,” kata Hery Susanto.

Bayu Permana selaku staf BPJS Ketenagakerjaan pusat mengatakan program return to work mulai bergulir ketika peserta mengalami kecelakaan kerja dan mendapat penanganan kuratif di RS Trauma Center melalui manajer Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja (KK PAK). “Apabila pekerja itu dinyatakan cacat maka ada proses rehabilitasi yang disetujui secara tertulis oleh perusahaan dan pekerja yang bersangkutan,” kata Bayu Permana.

Ia menambahkan bahwa manager KK PAK mendampingi peserta dalam proses return to work. Manager tersebut memantau pengobatan dan perawatan yang tepat dan efektif bagipeserta serta memfasilitasi percepatan proses pemulihan. Setelah rehabilitasi tuntas, manager KK PAK memberikan pelatihan pasca kecacatan dan memotivasi peserta agar dapat bekerja kembali secara normal. Jika upaya itu tidak mampu mengembalikan peserta bekerja kembali pada posisi semula, manager KK PAK akan mencarikan solusi lain. Misalnya memberikan pelatihan dan keterampilan khusus yang sesuai agar peserta dapat bekerja di unit kerja lain di perusahaan yang sama.

Amal Subkhan Ketua FSPS Cirebon mengatakan selama ini, pekerja yang mengalami cacat atau sakit akibat kecelakaan kerja selalu berujung pemutusan hubungan kerja (PHK). Ini memberatkan masa depan pekerja yang bersangkutan. Pemerintah harus menekankan pentingnya pekerja yang cacat akibat kecelakaan kerja untuk tetap bisa bekerja kembali dengan keterbatasan yang ada.

“Masalahnya, pengusaha cenderung menolak penyandang cacat di tempat kerja dengan dalih produktivitas. Sosialisasi dan penegakan hukum perlu dilakukan terkait ketentuan UU Ketenagakerjaan. Pemerintah Daerah se Wilayah Cirebon perlu membangun Balai Latihan Kerja khusus bagi penyandang cacat,” pungkas Amal Subkhan. (rls/gfr)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*