CIREBON – Sebanyak 176 pegawai negeri sipil (PNS) Kabupaten Cirebon yang terdiri dari eselon II, III dan IV diambil sumpah jabatan untuk dilakukan mutasi maupun rotasi, di Aula Graha Cakrabuana kantor BKPSDM, Rabu (3/1/2018).
Namun ada yang membuat kaget bahwa tiba-tiba disela-sela pengambilan sumpah jabatan yang dipimpin bupati Cirebon, Sektetaris Daerah (Sekda) Yayat Ruhyat interupsi dan menyatakan “saya tidak bersedia diambil sumpah, karena tidak sesuai dengan mekanisme”.
“Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan tinggi pratama sudah keluar dari Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara dan melanggar PP 11 tahun 2017 tentang manajemen aparatur sipil negara. Dan ini bentuk perlawanan saya, bentuk perlawanan ketidak adilan, saya wajib menegakkan reformasi birokrasi, saya mempertahankan hak-hak pegawai negeri sipil yang sedang digadang-gadangkan oleh presiden jokowi tentang reformasi birokrasi,” katanya.
Dikatakan Yayat, gugatan hukum nanti akan ditempuhnya, kalau sudah sah atau tidak sahnya dilantik, karena dirinya telah meninggalkan dan keluar dari prosesi pelantikan. “Rencana selanjutnya, lihat nanti ya,” imbuhnya.
Diakuinya, ada mekanisme khusus untuk memberhentikan pejabat tinggi pratama setingkat Sekda.” Kalau saya memang melakukan pelanggaran-pelanggaran, berarti harus diperiksa terlebih dahulu pelanggarannya apa, tapi kalau saya diberhentikan seperti ini berarti sudah sewenang-wenangkan dan ini harus dicegah, mekanismenya ya saya harus dipanggil dulu kemudian saya diperiksa, kalau saya korupsi ya diperiksa dulu, kalau melanggar tidak patut ya saya dipanggil dulu, atau diberi teguran dulu, ini tidak dilakukan sama sekali, dan ujug-ujug seperti ini,” jelasnya
Masih dikatakan Yayat, 3 hari yang lalu jelang mutasi bupati menelponnya dan dikasih waktu 3 bulan meminta loyal terhadapnya. “Saya lebih memilih loyal terhadap pemerintah lah dan memilih untuk umat untuk asparatur sipil negara,” tandasnya.
Sementara itu bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra enggan menanggapi terkait Sektetaris daerah yang keluar saat pengambilan sumpah jabatan. “Saya enggan mengomentari itu, itu hak pribadinya untuk menerima atau menolak. Tetapi kalau kembalikan lagi ke aparatur sipil negara tentunya jabatan itu adalah bentuk kepercayaan pimimpinan terhada ASN, karena jabatan itu amanah,” katanya.
Menanggapi hal itu tokoh masyarakat, Sutarno menyikapi rotasi dan mutasi yang dilakukan bupati Cirebon saat ini sudah ke yang ke 19 kalinya. Kalau dihitung setiap 3 bulan sekali selalu lakukan mutasi. “Jadi saya prihatin atas nama tokog masyarakat kabupaten Cirebon. kerja belum selesai sudah mutasi lagi. Dan bagaiman ingin membangun Kabupaten Cirebon kalau seringnya mutasi,” katanya.
Belum lagi, jumlah honorer di Kabupaten Cirebon jumlahnya 11ribu tenaga honorer. “Setiap bulan untuk gaji honorer 50 miliar dikeluarkan dari APBD, Ya ga bakal cukup APBD untuk pembangunan yang lainnya, bayangin coba, nenek moyang kita membangun negara ini untuk kepentingan masyarakat, banyak pelanggaran Hak-hak asasi manusia didalam ini,” katanya. (gfr)