Home » Artikel » GoPay VS e-Toll, Siapa Lebih Diminati, Siapa Lebih Monopoli?

GoPay VS e-Toll, Siapa Lebih Diminati, Siapa Lebih Monopoli?

SAAT tukang ojek online dan para tukang online menghantam dunia perbankan yang sukses menjadikan transaksi nontunai sebagai aktivitas ekonomi, apa yg bisa dilakukan pengatur regulasi?

Demo sambil bentang spanduk kayak ojek panggkalan? Teriak haram-harim? Mengutuk keras2 pake pengeras ormas? Nggak lah ya. Pastinya buat regulasi lagi: stop sana dan sini; larang ini dan itu.

GoPay yg tawarkan aneka diskon bagi yg suka angkutan online dipaksa tutup dng alasan kudu penuhi regulasi dulu. Marketplace yg sediakan uang digital atau pay2 lain yg juga sering berikan rayuan diskon, harus istirahat dulu. Regulasi yg datang serta merta untuk pengelola fintech.

Padahal siapa nggak mau member ‘nyimpen’ uang digital Rp100 ribu di startup fintech semacam angkutan online bisa dapat bonus macem2. Miulai diskon 50%, cashback, atau tawaran gratis sekali atau dua kali kalau mau ngojol. Tp kenapa harus close dulu?

Begitu juga kalau nyimpen duit di marketplace yg buka ‘bank elektronik atau digital’ kayak t***cash, b***dompet, dan sebangsa wal*** lainnya maka tawaran menguntungkan bagi “nasabahnya’ selalu menggiurkan. Selalu ada bonus ini dan itu, selalu ada diskon ini dan itu. Siapa nggak mau, siapa nggak suka. Tp kenapa harus close dulu?

Sementara kalau kita nyimpen duit di bank, justru aneka potongan bermunculan. Cek saldo, ada biaya. Transfer beda bank, ada biaya. Nyimpen duit kelamaaan, malah kian nyusut angkanya krn beban administrasi.

Dan… strategi apa yg digunakan ketika kartu tol nggak laku2, kurang peminat, nggak banyak yg pakai? Hitung sana dan sini keuntungan, atau abaikan nilai lain terbaik nasabahnya.

Langkah pertama: stop aneka pay-pay di angkutan online dan marketplace. Jurus pamungkasnya, wajibkan semua yg masuk tol pakai e-money. Berani mogok masuk tol gitu? Sok aja sih…

Pemilik regulasi kayaknya lg pindah gigi. Jika sebelumnya wait mulu, kemudian see dan see, dan akhirnya trial meski error.

Sekarang yg nggak punya mobil pun kudu punya e-toll kala naik mobil online. Dipaksa pula beli Rp50 ribu dan isinya cuma Rp40 ribu. Pdhl selisih Rp10 rb kan lumayan buat beli jengkol seperempat kilo (eh harga terkni berapa ya sekilonya).

The power of startup…
Weakening of startup…

Menunggu Mesengger payment segera tiba di Indonesia biar bayar jengkol sambil chat FB. (*)

Penulis: Faturohman S Kanday (pojoksatu.id)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*