Home » Bekasi » Rieke Diah Pitaloka: Usut Tuntas Kematian Bayi Debora Dan Tindak Tegas Rumah Sakit “Nakal”

Rieke Diah Pitaloka: Usut Tuntas Kematian Bayi Debora Dan Tindak Tegas Rumah Sakit “Nakal”

Rieke Diah Pitaloka: Usut Tuntas Kematian Bayi Debora Dan Tindak Tegas Rumah Sakit “Nakal”

BEKASI – Bayi Tiara Debora Simanjorang (4 bulan) peserta BPJS meninggal dunia diduga terlambat mendapat penanganan di ruang gawat darurat bayi PICU (Pediatric Intensive Care Unit) dari RS Mitra Keluarga Kalideres Jakarta Barat karena orangtua belum membayar kekurangan uang muka.

“Tindakan rumah sakit tidak segera memasukkan dan merawat pasien di ruang PICU sesuai indikasi medis karena faktor biaya sehingga menyebabkan pasien meninggal dunia adalah kebijakan tidak manusiawi dan melanggar hukum,” ujar Anggota DPR RI FPDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka.

Dijelaskannya, kebijakan rumah sakit diduga melanggar berbagai Peraturan-Perundang-Undangan, A.UU 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 23 Ayat 2. “Dalam keadaan darurat, pelayanan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,” tegasnya.

Lanjut dia, B. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 32 ayat 1 dan 2 dan Pasal 190 ayat 1 dan 2. a.Pasal 32 ayat 1

“Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. b.Pasal 32 ayat 2, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. c. Pasal 190 ayat 1. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah),” jelasnya.

Masih kata dia, d. Pasal 190 ayat 2, Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

“Merujuk kasus kematian bayi Debora membuktikan pelayanan kesehatan di rumah sakit masih buruk dan masih banyak rumah sakit nakal, belum ada sistem yang baik sehingga dapat memastikan perlindungan pasien,” paparnya.

Sambung dia, dengan perkembangan terakhir jumlah peserta BPJS Kesehatan 180.772.917 (data per 1 September 2017) maka pemerintah harus lebih serius dan sunguh-sungguh dalam melakukan pengawasan terhadap rumah sakit termasuk rumah sakit swasta.

“Sehubungan dengan kasus bayi Debora maka saya menyampaikan Rekomendasi sebagai berikut, 1.Mendesak Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) dan Dinas Kesehatan DKI agar melakukan investigasi dan mengusut tuntas kasus bayi Debora, 2. Mendesak aparat penegak hukum memproses pidana pelanggaran yang dilakukan rumah sakit, 3. BPJS Kesehatan agar memperluas kerjasama dengan rumah sakit swasta, 4. Kementerian Kesehatan agar menertibkan rumah sakit nakal dan menerbitkan peraturan semua rumah sakit termasuk rumah sakit swasta wajib bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan tidak boleh menolak pasien,” pungkasnya. (iar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*