DPRD Penuhi Janji, LP Tindak Pidana Penahanan Buruh Oleh PT ABC Didampingi Pengacara
BEKASI – Lima orang buruh PT Arta Boga Cemerlang (ABC) yang beralamat di Jalan Kruing 2 Kawasan Industri Delta Silicon Cikarang yang berhasil dibebaskan dari penahanan pihak manajemen perusahaan akhirnya membuat laporan polisi (LP) ke Polres Metro Bekasi sebanyak dua kali. LP pertama dibuat oleh perwakilan buruh dan yang kedua oleh kuasa hukum mereka.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno mengatakan, lima orang buruh tersebut membuat LP setelah berhasil dibebaskan karena ditahan oleh pihak perusahaan selama 3 hari sejak Senin (24/07) hingga Rabu (26/07) lalu.
“Kita dari DPRD Kabupaten Bekasi beberapa waktu lalu sudah melakukan Inspeksi Mendadak (sidak) dari pengaduan yang kami terima pada Rabu (26/07) malam dan ternyata benar adanya penahanan tersebut. Para korban berhasil dijemput dan dibebaskan oleh Polisi, sedangkan sampai saat ini motor para buruh yang ditahan juga masih berada di dalam pabrik,” kata Nyumarno, Jum’at (04/08).
Ia menjelaskan, saat sidak DPRD Kabupaten Bekasi hanya dapat bertemu salah seorang bagian Legal perusahaan yang diketahui bernama Ando dan membenarkan, ada sejumlah buruh yang belum diperbolehkan pulang, karena persoalan stok opname barang.
Saat ditanya keberadaan buruh itu, Ando menjawab, mereka sudah pulang, dibawa oleh pihak kepolisian. Untuk memastikannya, Nyumarno lalu menghubungi Pak Widodo, bagian Krimsus Polres Metro Bekasi dan mendapat jawaban bahwa benar 5 orang buruh yang dibawa pihaknya ke Polres Metro Bekasi untuk dimintai keterangan. Hal itu dilakukan atas adanya laporan dari salah satu keluarga buruh ke pihak kepolisian.
“Mendapat jawaban itu, kami menjadi tenang, minimal keselamatan pekerja sudah terjamin di Polres. Kemudian saya dan Anden, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi merapat ke Polres Metro Bekasi untuk menyusul dan membuktikan keadaan dan keberadaan lima orang buruh tersebut,” ucapnya.
Diketahui, lima buruh PT Arta Boga Cemerlang yang ditahan bernama Samsudin, Darmawan, Agus, Didi, dan Jamal. Mereka ditahan, tidak diperbolehkan pulang dengan dalih ada selisih barang saat stok opname.
“Jadi menurut Ando, pihak perusahaan dalam audit stok opname menemukan adanya selisih barang saat penghitungan stok opname. Antara perhitungan pekerja bagian gudang dengan perhitungan manajemen ada selisih barang, makanya pekerja diminta mempertanggung jawabkannya.
Perusahaan menawarkan kepada 5 pekerja bagian gudang tersebut, untuk menghubungi keluarganya di rumah, apakah akan diselesaikan secara kekeluargaan ataukah langkah hukum. Bahkan, pihak perusahaan juga berusaha meminta jaminan berupa sejumlah uang atau sertifikat jika buruh ingin bisa pulang,” beber Nyumarno.
Ia menjelaskan LP pertama telah dibuat oleh buruh pada tanggal 28 Juli 2017 yang lalu. Pelapornya adalah pekerja yang bernama Didi Nurhadi. “Tetapi laporan dari pihak keluarga, LP tersebut diterima namun hanya LP atas dugaan tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 335 KUHP. Padahal menurut pihak keluarga, mereka berharap Laporan diterima atas tindakan melakukan Penahanan Kemerdekaan Seseorang sebagaimana diatur dalam pasal 333 KUHP,” jelasnya.
Akhirnya, lanjutnya, pada hari Senin 31 Juli 2017 sore, keluarga korban dan LSM Benteng Bekasi melapor ke DPRD. Mereka minta diberikan pendampingan pengacara atas dugaan tindak pidana ini. “Saya komitmen dengan janji saya saat sidak, bahwa hendak memberikan pendampingan Pengacara bagi para korban jika dibutuhkan,” ucapnya.
Ia pun menunjuk Kantor Hukum Jay Tambunan SH and Partner sebagai pengacara untuk mendampingi para buruh. Malam itu itu juga kuasa hukum, melalui saudara Mahfud melaporkan dugaan tindak pidana Pasal 333 KUHP ke Polres Metro Bekasi. “Laporannya saat ini sudah ada, tertanggal 31 Juli 2017 dan saat ini sudah berjalan proses hukumnya di Polres Metro Bekasi,” ungkap Nyumarno.
Dirinya memastikan, bahwa laporan tersebut masuk dalam dugaan tindak pidana. Berdasarkan Pasal 333 KUHP, ‘Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan (menahan) orang atau meneruskan tahanan itu dengan melawan hak’, maka ancamannya bisa pidana sekurang-kurangnya 8 hingga 12 tahun penjara.
“Ini harus diproses hukum, pelakunya, pemberi kerjanya, pemilik pabriknya semua bisa kena ancaman pidana. Bahkan patut diduga juga, ini ada indikasi kuat dugaan pemerasan juga,” pungkas Nyumarno. (fjr)