Buruh PT CGS Laporkan Pihak Perusahaan Ke Polda
BEKASI – Buruh PT Coating Global System (PT CGS) Indonesia korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak menuntut hak-haknya yang selama ini tidak dipenuhi oleh pihak managemen PT CGS Indonesia.
Dari keterangan salah seorang pengurus Serikat Progresip, Bona, diduga perusahaan melakukan PHK terhadap 91 orang dari jumlah total 150 orang anggota Progresip-SGBN PT CGS (karyawan-red). Pasalnya, pihak perusahaan sengaja ingin memberangus serikat, karena kerap mengkritisi pelanggaran ketenagakerjaan yang terjadi di perusahaan.
“Awalnya kami mencoba mengingatkan perusahaan karena tetap memberlakukan buruh status pekerja lepas meskipun telah bekerja selama empat tahun, namun ternyata berakhir dengan PHK,” ujar Bona, Rabu (12/07) siang.
Selain itu, selama ini buruh hanya menerima upah sebesar Rp 70.000 dan uang makan Rp 5.000 per harinya, setiap kali buruh menuntut kenaikkan upah, pengusaha selalu berdalih sedang mengalami kerugian. Buruh pun mengeluhkan tidak adanya perjanjian kerja, tidak didaftarkan sebagai peserta BPJS, dan tidak diperhatikannya K3.
Berdasarkan KEPMEN No.100 Tahun 2004, semestinya status buruh harian lepas demi hukum berubah menjadi PKWTT sebagaimana tertuang pada pasal 10 sampai dengan 12, yaitu Perjanjian Kerja Harian Lepas dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran. Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan. Kemudian, dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.
Dikatakan Bona, pihak Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi sudah dua kali melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan ditemukan sebanyak 11 pelanggaran yang dilakukan oleh PT CGS, diantaranya karyawan tidak diikutsertakan dalam BPJS dan ditiadakannya cuti hamil bagi pekerja wanita.
“Apabila ada karyawan wanita yang mengajukan cuti hamil, malah disuruh berhenti bekerja daripada cuti. Bahkan, kami sempat melakukan mogok kerja selama kurang lebih 5 (lima) bulan lantaran tuntutannya yang tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan,” bebernya.
Para buruh sudah membuat laporan ke Krimsus Polda Metro Jaya atas pelanggaran yang sudah dilakukan oleh managemen perusahaan. “Kami sudah buat laporan ke Polda atas pelanggaran tersebut dan ada beberapa orang managemen yang statusnya terlapor, sebab pemutusan kerja kepada 91 orang karyawan PT CGS tidak masuk akal dan tidak dibayarkan upahnya. Padahal kerjaan di perusahaan numpuk, tapi ke kami menyampaikan bahwa perusahaan sedang mengalami kerugian sehingga dari kami ada yang di PHK dan dirumahkan,” ungkapnya.
Perusahaan menyampaikan, bagi karyawan yang dirumahkan sampai batas waktu yang belum ditentukan. Sedangkan yang di PHK, dari kami tidak mendapat suratnya bahkan tidak mendapatkan pesangon. Dari situlah kami menduga ada indikasi korupsi,” tambahnya.
“Kami sudah melakukan Be Partid dengan pihak managemen, agar karyawan yang di PHK dan yang dirumahkan bisa dipekerjakan kembali. Namun, tidak membuahkan hasil. Kami tidak mendapatkan titik temunya. Kemudian, kami adakan Tri Partid, dan yang kami dapat malah surat pemberitahuan bahwa karyawan kontrak tetap masuk kerja, sedangkan karyawan lainnya dirumahkan dengan waktu yang tidak ditentukan,” pungkasnya.
Diketahui PT CGS Indonesia berlokasi Kampung Sampora Jalan Raya Pasir Randu RT 001/001, Desa Jaya Sampurna, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi. Jauh dari kawasan pabrik, buruh menilai, perusahaan ini sengaja mencari lokasi jauh dari kawasan pabrik untuk menghindari mahalnya biaya produksi dan ingin menggunakan tenaga kerja pemuda kampung Sampora dengan upah murah karena dianggap tidak cukup memiliki pengetahuan dan keterampilannya rendah. (fjr)