CIREBON – Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, H Mustofa SH angkat bicara soal batas wilayah Kota dan Kabupaten Cirebon yang kini memanas kembali. Mustofa menilai seharusnya permasalahan sengketa batas wilayah ini bebas dari kepentingan politis maupun lainnya. Bahkan dirinya ini enggan memberikan komentar terlalu jauh, pasalnya sejak awal ia tidak mendapatkan informasi bagaimana proses kesepakatan antara pemerintah Kabupaten dan kota Cirebon.
“Soal batas wilayah yang saat ini diputuskan saya tidak mendapatkan informasi secara resmi dari pemerintah daerah, karena yang saya tahu dari bidang otonomi daerah pemerintah Provinsi waktu PON beberapa waktu lalu, dan saya selaku ketua DPRD tidak ada informasi langsung dari bagian pemerintahan,” katanya Senin (6/3/2017).
Politisi PDI Perjuangan ini melanjutkan, melihat kondisi semakin memanas, ia akan menginstruksikan komisi I untuk rapat kerja dengan eksekutif. Untuk mengetahui lebih detail kaitan dengan batas wilayah mana saja yang menjadi kewenangan Kabupaten Cirebon dan kota. “Harusnya kaitan dengan batas wilayah ini ngambilnya dari wilayah, misalnya RW sekian dan RT sekian itu sudah masuk kabupaten atau kota. Bukan menarik garis lurus dari titik tertentu, kan lucu masa ada rumah halamannya masuk kota kemudian dapurnya kabupaten,” ujarnya.
Harusnya sebelum diputuskan, antara pemerintah kota dan kabupaten melalukan komunikasi dengan masyarakatnya. Kemudian dievaluasi apakah masih ada kendala dalam hal pelayanan baik administrasi maupun pelayanan lainnya. “Lihat masyarakat di sekitar perbatasan, pelayanannya seperti apa. Kalau misalnya kesulitan untuk mendapatkan pelayanan karena jaraknya jauh, ya ini tugas pemerintah untuk memudahkan pelayanan seperti apa. Jangan sampai warga Kabupateh kemudian pembuatan KTP dilayani Kota,” tegasnya.
Tak kalah lebih penting adalah komitmen dua daerah dalam hal pelayanan, disamping itu masyarakat juga harus patuh terhadap apa yang menjadi kewajiban di masing-masing daerah. “Warga Kabupaten ya ngurusnya di Kabupaten, begitupun sebaliknya. Artinya warga ya harus sadar, begitupun pemerintah harus komitmen menghadirkan pelayanan maksimal di perbatasan,” ungkapnya.
Diakhir, komunikasi dengan masyarakat itu bukan dalam rangka referdendum untuk memisahkan dari Kabupaten atau Kota. Tapi untuk mengetahui aspirasi dari bawah saja. “Tarik ulur batas wilayah ini bisa karena kepentingan politik, bisa juga karena dukungan konstituen. Atau pertimbangan dari sisi aset, tetapi harusnya berdasarkan aspirasi masyarakat namun bukan dalam rangka referendum, tapi saling memberi masukan saja,” tukasnya. (gfr)