SAMBIL ditemani segelas air kopi hangat, setiap senin malam selepas shalat isya biasanya mereka mulai berkumpul di Limasan Cafe, salah satu tempat tongkrongan anak muda di sekitar wilayah Peruri Telukjambe Timur. Setelah berkumpul, para anggota komunitas stand up comedy Karawang ini biasanya langsung unjuk gigi menampilkan satu persatu kebolehannya dalam menghibur setiap pengunjung atau orang yang datang ke cafe tersebut.
Namun siapa sangka jika komunitas seniman Karawang yang sudah berdiri sejak 5 tahun lalu ini terus mengalami pasang surut dalam lika-liku perjalanannya untuk mencapai panggung nasional.
“Kami masih bergairah. Tapi perkembangan selama 5 tahun ini kurang begitu signifikan. Kami masih mengalami pasang surut dari panggung ke panggung. Tetapi kami masih optimis jika Karawang masih banyak seniman-seniman stand up yang potensial. Makanya kami tidak pernah mau berhenti melangkah,” tutur Levi, Ketua Talent Stand Up Comedy Karawang, saat memberikan keterangan kepada wartawan, Senin malam (26/2).
Saat disinggung mengapa komunitas stand up comedy Karawang terkesan kurang begitu famiuliar di mata publik Karawang sendiri, Levi menuturkan jika persoalan pertama karena wilayah territorial stand up Karawang sendiri yang masih masuk ke dalam Jabotabek. “Karawang itu kan perbatasan dengan Bekasi. Karawang itu berbeda dengan Bekasi. Makanya kenapa stand up comedy nya lebih bergairah bekasi,” kata Levi. Stand up comedian yang pernah berkesempatan masuk Stand Up Comedy Academy 2 (SUCA 2) ini juga menjelaskan, persoalan teritorial sendiri sebenarnya tidak bisa dijadikan sebagai tolak ukur maju atau mundurnya suatu komunitas stand up. Karena menurutnya, berprestasi atau tidaknya suatu komunitas stand up comedy biasanya dilihar dari prestasi para anggotanya yang bisa menembus panggung nasional atau tidaknya. “Misalnya saya pernah masuk Suca, saya kira ini bisa dijadikan motivasi untuk temen-temen yang lain jika sebenarnya Karawang juga bisa,” timpalnya.
Menurut Levi, berbagai upaya untuk membangkitkan gairah stand up comedy Karawang untuk menuju panggung nasional sebenarnya terus dilakukan. Karena menurutnya, sebanyak 3 kali dalam setahun komunitasnya memang rutin menggelar kegiatan untuk terus menambah pengalaman para anggotanya. “Berbagai upaya terus kami lakukan untuk menambah pengalaman. Sebenarnya di Karawang ini banyak yang minat jadi stand up comedy. Tapi kebanyakan mereka gak berani datang ke sini untuk belajar openmic. Tapi yang namanya juga seni, ya gak bisa dipaksain. Karena seni itu harus datangnya dari hati,” papar Levi. Disinggung ada atau tidaknya peran Pemkab Karawang dalam menyokong perkembangan stand up comedy di Karawang, Levi kembali menjelaskan, jika sampai saat ini memang belum ada peranan pemerintah yang memperhatikan komunitasnya. Karena menurutnya, setiap menggelar kegiatan di Gedung Husni Hamid Kompleks Pemda Karawang saja komunitasnya harus mengeluarkan sejumlah uang cukup besar untuk uang sewa gedung tersebut.
“Sampai saat ini belum ada perhatian sampai sejauh itu. Tapi sebagai seorang seniman, dari dulu saya memang selalu berharap adanya dukungan dari pemerintah setempat untuk mendukung setiap kegiatan-kegiatan komunitas kami. Karena kalau saja komunitas ini bisa manggung di nasional ya sebenarnya untuk mengharumkan nama baik Karawang sendiri,” timpal Levi. Kembali disinggung apa arti dan makna stand up comedy bagi dirinya, anak muda dengan ciri khas jenggot tebal ini menganggap jika stand up comedy adalah gaya hidup dan keluarga yang selama ini menemani perjalanan hidupnya. “Terakhir saya juga saran, bagi temen-temen di Karawang yang pengen nyoba openmic atau belajar stand up, datang aja langsung ke sini (Limasan Cafe, red). Lagian untuk gabungnya juga gampang banget, gak perlu pake formulir apalagi biaya, gratis kok. Datang aja setiap malam senin ke sini,” pungkas Levi. (adk)