TASIK – Sejumlah pasien Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soekarjo Kota Tasikmalaya Jawa Barat, mengeluh dan kecewa akibat langkanya obat-obatan di sana. Tidak hanya itu, pelayanan operasi pun sempat dihentikan, karena pihak RS tidak memiliki ketersediaan obat.
Kondisi tersebut disebabkan karena piutang BPJS di RSUD Dr. Sukarjo sekitar Rp 25 Miliar, belum dibayar klaimnya oleh pemerintah. Alhasil, pihak RS pun membebankan biaya obat kepada pasien dengan membelinya di luar RS. Hal ini sudah berlangsung sekitar dua bulan lamanya. Adapun untuk pasien yang mengalami kondisi emergency (darurat), pihak RS Dr. Soekarjo merujuknya ke RS lain yang memiliki ketersediaan obat dan peralatan yang diperlukan.
Kelangkaan obat di RS Soekarjo jelas membuat pasien bingung. Pasalnya, para pasien berharap dapat meringankan beban biaya pengobatan mereka dengan membawa/mengurusnya melalui BPJS. Namun yang terjadi malah sebalinya, biaya pasien menjadi semakin memngkak karena pasien harus membeli obat-obatan di luar RS Soekarjo.
Salah seorang keluarga pasien, Yoyo Sunarya saat ditanya wartawan mengatakan, soal pelayanan RS memang cukup baik, namun Ia pun mengeluhkan hal yang sama, yakni kelangkaan obat. “Kalo pelayanan ruma sakit mah bagus. Cuma, masalah ketersediaan obat. Jadi saya harus beli obat ke apotek di luar rumah sakit, sedangkan keuangan yang dimiliki pun terbatas,” jelasnya kepada JP, belum lama ini.
Sementara itu, Direktur Pelayanan RSUD Dr. Soekarjo mengakui bahwa ada kelangkaan obat di RS yang dipiminnya. “Terkait keterbatasan obat itu, karena adanya gangguan cash flow antar piutang dengan piutang ke luar. Apalagi domain pasien di RS kami 80 – 90 % adalah pasien BPJS,” tandasnya. Ia menjelaskan, di luar pasien BPJS memang ada beberapa pasien umum (tidak menggunakan BPJS-red), namun jumlahnya kecil dan itu pun ada saja pasien yang menunggak.
Keterlambatan pembayaran klaim BPJS dari pemerintah pusat, tak hanya mempengaruhi pelayanan terhadap pasien, tetapi juga berpengaruh terhadap kelancaran operasional di RS Dr. Soekarjo sendiri. “Akibat belum tebrayarkan, insentif Karyawan Rumah sakit selama 2 bulan belum dibayarkan,” imbuhnya. Beruntung, pihak RS Dr. Soekarjo mendapatkan pinjaman dari salah satu Bank milik pemerintah sebesar Rp 3,5 miliar, sehingga pelayanan terhadap pasien darurat (emergency) tetap bisa diprioritaskan. (and/red)