CIREBON – Maraknya jajanan sekolah yang membuat anak-anak sekolah terutama anak sekolah dasar (SD) tertarik ingin membeli karena baik dari kemasan hingga corak warna makanan itu sendiri yang menggiurkan untuk dibeli. Tetapi jika mereka konsumsi itu belum tentu baik untuk kesehatan dirinya.
Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon melalui Seksi Penyehatan Makanan dan Minuman Tempat-Tempat Umum dan Industri pada Bidang Bina Perilaku dan Penyehatan Lingkungan (BPPL), Jajang Prihata menuturkan setiap satu bulan sekali pihaknya bekerjasama dengan puskesmas di wilayah setempat. Tujuannya adalah untuk mensosialisasikan sekaligus mengambil sample – sample makanan yang dicurigai mengandung zat-zat berbahaya seperti boraks, pewarna tekstil dan formalin.
“Kita sudah rutin melakukan penyuluhan kesehatan kesetiap wilayah kerja puskesmas yang ada di Kabupaten Cirebon, untuk mengambil sampel kemudian untuk diteliti apakah makan yang dicurigai memakai boraks, warna tekstil dan formalin, “kata Jajang belum lama ini. Dikatakan Jajang, dirinya berlomba-lomba dengan penjual. Bagaimana caranya tidak lagi berjualan makanan atau minuman yang berbahaya bagi kesehatan anak-anak sekolah. “Kita ada teknik implementasi penyuluhan kepada anak-anak sekolah yaitu menggunakan metode bermain lalu diberi masukan dengan cara melalaikan supaya anak itu mengetahui jajanan yang sehat itu seperti apa. Tetapi kita sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi pedagang pun tidak mau kalah dengan mempromosikan produknya,” ungkapnya.
Lebih lanjut disampaikan Jajang, ini merupakan sebuah tantangan buat dirinya. Memberikan penyuluhan sudah, tetapi para pedagang ini susah untuk tertib, tetap saja menjual makanan yang tidak layak dikonsumsi. “Apalagi sudah ketemu dengan pedagang keliling atau yang tidak mangkal permanen pada sekolah itu, imbasnya kita susah mendeteksi jikalau pada pedagang keliling itu kita temukan makanan yang tidak layak dikonsumsi sehingga kita kesulitan untuk menegurnya kembali, “katanya lagi.
Ditambahkan Jajang, kalau masalah kasus dugaan keracunan yang mengakibatkan satu anak-anak sekolah dasar meninggal dunia. “Diambil secara garis besar secara awam tidak masuk akal, dan kalau keracunan itu minimalnya lebih dari satu orang yang terkena dampaknya. Kita juga kesusahan untuk mendeteksi kasus keracunan pada laboratorium kita, karena laboratorium kita belum bisa memeriksa mau tidak mau kita bawa sample tersebut ke laboratorium dibandung, karena laboratorium dibandung sudah memiliki alatnya, “tukas Jajang. (gfr)