CIREBON – Maraknya usaha depot air minum (DAM) di Kabupaten Cirebon ternyata masih banyak yang belum memiliki sertifikat laik sehat yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes). Kabupaten Cirebon.
Sertifikat bisa dikeluarkan oleh Dinkes Kabupaten Cirebon harus terbebas dari zat ekoli. Pasalnya zat ekoli sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena zat ekoli itu merupakan bakteri yang ada di tinja (kotoran) hewan maupun manusia. Data yang ada di Dinkes menyebutkan lebih dari 400 usaha DAM yang ada saat ini yang baru memiliki sertifikat laik sehat hanya 45 persen dan 55 persennya belum memiliki sertifikat laik sehat.
Kabid Bina Perilaku dan Penyehatan Lingkungan (BPPL) pada Dinas Kesehatan, Eni Suhaeni, mengatakan, pihaknya rutin melakukan pengawasan disetiap usaha DAM, pengawasan tersebut dilakukan oleh masing puskesmas yang ada disetiap kecamatan. “Ya baru 45 persen yang sudah memiliki sertifikat laik sehat, sisanya belum memiliki, ”kata Eni,.
Kendala yang dialami dinkes, aku Eni, adalah pengusaha masih enggan melakukan uji laboratorium, dengan alasan biaya uji laboratorium masih mahal, sedangkan pendapatan dari usaha DAM sangat kecil. “Itu alasan mereka (pengusaha.red) engan melakukan uji laboratorium. Karena satu kali uji untuk air minum itu mencapai Rp.400 ribuan, dan untuk air bersih dibawah itu. Harga itu sesuai dengan perda yang ada,” jelasnya.
Menurutnya, air minum standar dari Kementrian Kesehatan harus nol kandungan ekolinya, berbeda dengan air bersih. Zat kimianya harus nol terutama zat ekoli karena ekoli merupakan bakteri yang ada di tinja manusia dan hewan. Selain ekoli, kandungan logam beratnya juga harus tidak ada. “Untuk air bersih paling tinggi ekokolinya sembilan, tapi untuk air minum harus nol. Karena bila mengandung ekoli bisa menyebabkan diare dan penyakit lainnya,” kata Eni.
Untuk itu, Eni meminta masyarakat untuk lebih waspada dan selektif dalam membeli air minum di depot air isi ulang. Pasalnya masih ada pengusaha DAM yang tidak memperhatikan kesehatan air yang dijualnya. “Masyarakat jangan mau dibohongin oleh penjual air isi ulang, dengan menawarkan harga yang murah. Termasuk harusnya memakai lampu ultraviolet tetapi pengusaha hanya menggunakan lampu biasa saja,” ujarnya.
Untuk mengantisipasinya, Dinkes melakukan pengawasan secara tertutup dan terbuka. Terbuka langsung mendatangi pengusaha dan mengambil sample air, sedangkan tertutup dinkes membeli air dari depot dan dilakukan uji laboratorium. ”Dua cara yang kita lakukan, selain kita melakukan pembinaan dan sosialisasi. Setiap tahunnya, pemkab menganggarkan 100 sempel untuk melakukan uji laboratoriaum, “pungkasnya. (gfr)