CIREBON – Masyarakat sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) meminta wakil rakyat Kabupaten Cirebon untuk menjembatani permasalahan yang selama ini dampaknya sudah sangat mengganggu masyarakat. Masyarakat yang terkena dampak dari PLTU ada 7 desa seKecamatan Astanajapura.
Tatang Suhardi (44th) salah satu warga yang terkena dampak PLTU mengatakan, dirinya mempertanyakan, mengapa PLTU dibangun berdekatan dengan pemukiman penduduk. Mengapa tidak mencari tanah yang jauh dari pemukiman. “Dengan daya 650 megawatt saja dampak yang dirasakan oleh warga ini buruk yaitu hawa yang panas dan polusi udara yang sangat menggangu pernafasan warga. Kalau ditambah lagi dizona yang sama maka hawa yang panas serta pencemaran udara pun akan bertambah,” kata Tatang usai melakukan audiensi dengan anggota DPRD Kabupaten Cirebon, di gedung DPRD Kabupaten Cirebon, Kamis (6/10/2016).
Dikatakan Tatang, letak PLTU yang tidak jauh dari pemukiman penduduk jelas-jelas akan membawa dampak daripada kenyamanan hidup disana. “Kami hawatir kedepan akan seperti apa ketika PLTU itu akan dibangun bukan hanya 1650 megawatt, pasti akan nambah lagi,” ungkapnya.
Dampak yang dirasakan warga, kata dia, terutama pada malam hari, hawa itu terasa panas serta menimbulkan gatal-gatal. “Karena dari hasil pembakaran yang dilakukan oleh PLTU pada malam hari, abu pembakaran batubara itu berterbangan dan hawa panas itu sangat terasa sekali mulai dari maghrib sampai pagi, dampaknya hawa panas dan gatal-gatal, “terangnya.
Ditambahkannya, sampai detik ini pihak PLTU belum ada tindakan apapun. Justru yang ditakutkannya adalah bedol desa. “Tapi kalau bedol desanya ada yang biayain ga masalah, justru yang ditakutkan pergi masing-masing dan siapa yang bayarin tanah dan bangunannya. Minimalnya kami datang ke DPRD ini adalah mendorong pihak DPRD yang terhormat ini entah membuatkan Perda atau apa jangan sampai berlarut-larut masalah ini, kasihan masyarakat,” katanya.
“Sekedar informasi senin besok hingga rabu yang akan datang kami 7 desa yang terkena dampak akan melakukan unjuk rasa di depan PLTU 1 dan PLTU 2 dengan membawa massa 1000 warga,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Mustofa menuturkan pihaknya langsung merespon apa yang telah disampaikan oleh masyarakat mengenai PLTU. Pertimbangannya adalah bisa mengetahui lebih jauh mengenai PLTU baik dampak positif maupun negatifnya bagi masyarakat. “Ya kita jangan melihat kemudian membandingkan peraturan yang ada, setelah mendengar keluhan dari masyarakat dengan melakukan audiensi dan aksi dengan menutup PLTU dirasa kita selaku pemangku kebijakan tidak berpihak kepada masyarakat yang terkena dampak disana. Tapi yang paling mendasar adalah kami ingin komunikasikan dengan pemerintah daerah, kebijakan yang sudah dikeluarkan ya kita harus mengkaji dampak lingkungan dengan cara harus dilakukan kajian secara komprehensif lagi, “kata Mustofa.
Disampaikannya lagi, dampak yang dirasakan dengan voltase yang lebih yaitu dengan hawa yang panas maka pihak PLTU dana CSR yang awalnya untuk penghijauan pada akhir setelah pembangunan diutamakan didepan dilaksanakannya. “Ini kan sudah ada keluhan dari masyarakat yang menyatakan bahwa kondisi yang ditimbulkan oleh PLTU ini hawa jadi panas, ya sekarang tinggal PLTUnya saja merubah rencana penghijauan yang tadinya di belakang ya dimajukan diawal sebelum pembangunan itu selesai, “tambahnya. (gfr)