GARUT – Anak-anak korban bencana alam adalah orang yang paling mengalami dampak trauma terbesar secara psikologis. Dengan usia yang masih sangat belia, mereka butuh diperlakukan secara khusus untuk lepas dari rasa trauma.
Bencana banjir bandang Garut masih segar di ingatan masyarakat Jawa Barat. Ribuan warga yang bermukim di sekitar Sungai Cimanuk menjadi korban bencana yang terjadi menjelang tengah malam itu.
Tidak ada yang menyangka bencana itu akan terjadi begitu cepat di saat manusia lelap dalam perisitirahatannya. Kini, yang tersisa hanyalah puing-puing hasil sapuan banjir dan juga rasa trauma di dalam dada.
Memulihkan trauma pascabencana bukan perkara sepele. Ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, pun tidak seperti rancangan bangunan rumah baru yang terstruktur.
Memulihkan rasa trauma membutuhkan waktu yang lama. Terutama bagi anak-anak yang menjadi korban bencana alam. Sebab dengan kondisi fisik yang lemah serta mental yang masih rapuh, mereka perlu dibangkitkan rasa kepercayaan dirinya.
Beberapa hari setelah bencana, tidak sedikit seorang anak yang terbangun dari tidurnya masih mencari-cari ke mana orang tuanya pergi. Dia tidak mengerti mengapa kini keceriaan bersama ayah dan ibunya tidak pernah datang lagi. Yang ada hanya rasa sepi dan takut karena tidak ada lagi orang yang selalu memberikan kehangatan dan perlindungan beginya.
Inilah tugas yang cukup berat yang harus dipukul oleh jajaran Pemerintah Provinsi Jabar dan Kabupaten Garut serta seluruh elemen masyarakat tatar Pasundan dalam membantu pemulihan anak-anak Garut.
Untuk itu Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Jawa Barat, Netty Prasetiyani, sengaja datang ke Garut menemui anak-anak kecil yang menjadi korban sembari membawa kejutan untuk mereka.
Netty juga datang membawa keceriaan yang masyarakat Jabar rasakan setelah menjadi juara umum Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX 2016. Istri Gubernur Ahmad Heryawan itu tidak mau kegembiraan hanya berada di Kota Bandung saja. Anak-anak korban banjir Garut harus ikut merasakannya.
Ditemani puluhan atlet dari cabang olahraga tenis meja, polo air, dan karate Netty berkunjung ke tiga tempat pengungsian korban banjir Garut yaitu di Rusunawa Bayombong, Korem Tarumanagara, dan Islamic Center Garut. Tujuannya untuk menghibur dan memotivasi anak-anak yang menjadi korban agar tetap optimis menatap masa depan.
“Saya sengaja membawa atlet-atlet ke sini karena mereka baru saja menang dan rasa syukur kemenangan itu perlu dibawa kepada masyarakat Garut yang baru tertimpa musibah,” kata Netty, Minggu (2/10/16).
“Ini sebagai tanggungjawab sosial ketika orang lain tertimpa musibah maka sebagai makhluk sosial kita maka wajib memberikan perhatian,” tambahnya.
Netty ingin agar warga Garut yang menjadi korban tidak merasa sendirian dalam menghadapi hari-hari berikutnya yang akan datang. Juga, dia tidak mau para atlet larut dalam kegembiraannya sendiri sehingga lupa dengan kondisi nyata yang sedang dialami orang lain di sekitarnya.
Lebih jauh lagi, dia ingin agar anak-anak yang menjadi korban bencana banjir Garut mampu bangkit dari kesedihannya. Mereka diarahkan agar mampu mendapatkan semangat berjuang serta inspirasi dari kisah-kisah perjuangan para atlet sejak awal latihan sampai menjadi jawara di Tanah Legenda.
Memang tidak cukup satu atau dua kali dorongan motivasi agar anak-anak itu kembali menemukan keceriaannya dan bangkit dari rasa traumanya. Namun Netty berharap kunjungan bersama atlet mampu menjadi titik awal penyemangat mereka menyongsong masa depan.
“Anak-anak adalah korban yang paling terkena dampak. Semoga dengan motivasi dari atlet mereka kembali semangat dan muncul optimisme serta keinginan untuk melakukan yang terbaik,” kata Netty.
Lalu bagaimana dengan atlet? Apa tujuan lain mengajak mereka datang ke Garut selain untuk memberikan motivasi kepada anak-anak yang menjadi korban bencana?
Netty mengatakan, dengan dihadirkannya mereka sebagai motivator bagi anak-anak maka para atlet berprestasi ini juga dapat dijadikan sebagai simbol generasi masa depan yang anti-narkoba dan menolak pergaulan bebas.
Prestasi yang mereka catatkan diharapkan dapat menjadi sarana efektif bahwa masa muda tidak harus disia-siakan dengan menggandrungi hal-hal negatif tak bermanfaat. Masa muda dapat diisi dengan berbagai kegiatan positif yang membanggakan.
“Ini dapat menjadi masukan dalam pembinaan atlet yang harus kita kelola. Prestasi nyata mereka akan menjadi potensi yang harus disambungkan dalam program-program pembangunan di Jabar,” pungkas Netty.