BEKASI – Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan, Nyumarno, dengan tegas mengkritik Bupati Bekasi bahwa Bupati tidak tegas terhadap para SKPD terkait perencanaan dan penyerapan anggaran. Menurutnya jika dianalisa, uang daerah yang masih banyak mengendap di Bank tentu bukti dari SKPD yang tidak mampu merancang program dan perencanaan pembangunan.
Pasalnya, banyak terlihat dalam postur APBD 2015 kemarin. Pengadaan barang dan jasa menduduki peringkat teratas anggaran yang tak terserap.
Maka dari itu, sangat terlihat jelas ketidaksiapan dan ketidakcermatan SKPD dalam hal perencanaan. “Namanya perencanaan itu bukan hanya persoalan mengajukan anggaran, namun sampai kepada penyerapan dan realisasi anggaran dengan tepat waktu. Ayo kerja dong! yang terukur kerjanya,” ujar Nyumarno yang juga anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi kepada Jabar Publisher, Selasa (09/08).
Selain itu, harus ada upaya-upaya kongkrit dari SKPD, Bappeda, Setda Bagian Pembangunan, BPKAD, dan Inspektorat. “Lihat lagi, kegiatan-kegiatan yang tidak mungkin dilaksanakan di APBD murni ini, coret dan hapus saja. Arahkan kepada kegiatan lain yang bisa dan dapat dilaksanakan dan bermanfaat di masyarakat,” ceturnya.
Sebagai Anggota Badan Anggaran di DPRD Kabupaten Bekasi, dirinya dengan tegas mendesak Bupati Bekasi untuk dapat mengarahkan dan tegas terhadap bawahannya. “Kami Fraksi PDI Perjuangan mendesak agar Bupati Bekasi membentuk ‘Warning System’ terpadu yang memuat sistem monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran,” kata Nyumarno.
Jadi, dengan sistem ini nanti akan terlihat dan terpantau setiap saat terkait penyerapan anggaran tiap SKPD. “Kalau dulu kan, SKPD melapor kepada atasan kaitan penyerapan anggaran, itu pun kadang bisa bohong dan baru terlihat bohongnya saat Silpa membengkak,” tuturnya.
Jika dibuat warning system terpadu sistem monitoring dan evaluasi perencanaan, lanjut Nyumarno, dimana di dalamnya ada Bappeda, Setda Bagian Pembangunan, BPKAD, dan Inspektorat, maka penyerapan anggaran akan terlihat setiap saat, karena juga riil dengan akuntansi keluar masuk kas daerah di BPKAD.
“Kabupaten Bekasi belum punya sistem monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran, loh Mas. Tanya aja sono sama Bupati kalo sudah punya,” celetuknya.
Di samping itu, Kabupaten Bekasi bisa mencontoh Provinsi Kalimantan Tengah. Tahun lalu, kata Nyumarno, Kalimantan Tengah meraih penghargaan PANGRITA, perencanaan terbaik se-Indonesia mengalahkan Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta, karena di sana menerapkan sistem monitoring dan evaluasi perencanaan dimana Kepala Daerah bisa memantau penyerapan anggaran secara periodik dan riil time, serta bisa memberikan punishment dan sanksi tegas kepada SKPD yang lemah perencanaan dan realisasi anggarannya.
“Jangan takut-takut menyerap dan merealisasikan anggaran, karena SKPD bisa konsultasi ke Inspektorat. Bahkan, ke kejaksaan dahulu sebelum melaksanakan kegiatan. Terapkan warning system terpadu monitoring dan evaluasi perencanaan, maka Silpa tidak akan lagi menggunung, realisasi anggaran terpantau, uang daerah tidak terlalu besar mengendap di Bank, yakni sebesar Rp1,5 triliun seperti sekarangbini,” pungkas Nyumarno. (fjr)