CIREBON – Dilarang berjualan di Alun-alun Kejaksan, para pedagang kaki lima (PKL) malah membuka ‘lapak’ di depan Masjid Raya At-Taqwa. Otomatis, setiap sore menjelang berbuka puasa hingga sehabis Isya, lalu lintas di Jalan Kartini sekitar Masjid At-Taqwa mengalami crowded.
Lapak-lapak para PKL berjejer dari ujung ke ujung depan Masjid Raya At-Taqwa. Mereka mulai menggelar dagangannya dari pukul 16.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB. Tak hanya makanan dan minuman, jenis dagangan yang terpajang di lokasi itu beragam, hingga ke pakaian Muslim.
Ironisnya, kondisi ini seakan diamini oleh pemerintah daerah ataupun aparat berwenang. Para pedagang mengaku, mereka berjualan di lokasi sudah membayar kepada seseorang yang merupakan pihak ‘penguasa’ di sekitar lokasi.
“Kita resmi kok berjualan di sini. Sudah daftar dan membayar,” ujar salah seorang pedagang yang namanya enggan dipublish, seraya merahasiakan kepada siapa mereka membayar.
Sekedar mengulas, Pemkot Cirebon jauh-jauh hari melakukan penertiban PKL yang berjualan di area Alun-alun Kejaksaan, yang masih satu kompleks dengan Masjid Raya At-Taqwa. Pemkot Cirebon pun sudah merencanakan untuk memindahkan sementara para PKL tersebut. Rencananya, tempat penampungan sementara di Gedung Pusdiklatpri, namun mendapatkan penolakan. Kekhawatiran mereka, persoalan relokasi PKL Jl Kartini dan Siliwangi ke depan Gedung BAT, terulang kembali.
“Pemindahan di BAT untuk PKL Jalan Siliwangi dan Jalan Kartini, justru ditempati pedagang baru yang tidak jelas awalnya. Ini jangan sampai terjadi lagi,” ujar Ketua Umum Forum PKL Kota Cirebon, Erlinus Tahar.
Pertimbangan lain, kata dia, tempat relokasi terlalu jauh dari alun-alun. Keberadaan PKL di Pusdiklatpri, juga dikhawatirkan akan menjadi persoalan baru. Erlinus menilai, PKL menjadi korban dari polemik antara pemerintah kota dan pemilik lahan eks Grand Hotel. Sebab, PKL sangat berharap bisa menempati lahan itu sembari menunggu lahan relokasi di samping alun-alun siap.
“Saya berharap Pemkot Cirebon lebih bijak dalam mengambil keputusan. Relokasi tidak jauh dari awal berjualan,” tandasnya.
Upaya pemerintah sudah dilakukan untuk menempatkan relokasi sementara di bekas Grand Hotel yang berjarak hanya tiga meter dari alun-alun. Namun, dengan penggembokan dan syarat lain yang diminta pemilik lahan, membuat seluruh kepala SKPD sepakat agar lokasi relokasi berpindah tempat.
Sekretaris Daerah (Sekda), Drs Asep Dedi MSi, sempat naik pitam. Kemarahan lantaran merasa sudah mendapat izin dari pemilik lahan untuk relokasi sementara, namun fakta di lapangan justru bicara lain.
Bulldozer yang disewa Dinas Perdagangan Koperasi UMKM (Disperindagkop) dari Kabupaten Kuningan, tidak bisa masuk ke dalam lahan seluas tiga hektare itu. Rencana penataan lahan buyar, karena akses masuk digembok pemiliknya. “Ada tiga gembok besar. Ini sama dengan merendahkan marwah Pemkot Cirebon,” ujar Sekda.
Atas penggembokan itu, Sekda dan para kepala SKPD yang hadir di lokasi tampak menahan amarah. Ia pun kembali ke balaikota dan melaksanakan rapat mendadak. Kepala Disperindagkop UMKM, kepala Satpol PP, kepala Bappeda, kepala DPUPESDM, kepala Dishubinkom, langsung dikumpulkan.
“Kami sudah mengambil sikap. Kami tidak akan menggunakan lahan bekas Grand Hotel sebagai lokasi sementara PKL alun-alun,” tegas sekda di Ruang Rapat Balaikota.
Bahkan, sekda menyebut upaya yang dilakukan pemilik lahan sama dengan penghinaan kepada pemerintah. Karena alasan itu, Pemkot Cirebon memilih untuk mengalihkan lokasi sementara PKL alun-alun di Gedung Pusdiklatpri Jalan Cipto Mangunkusumo. (bay)