KEMACETAN di Jalan Teluk Gong Raya, Penjaringan, Jakarta Utara, seakan menjadi pelengkap hingar bingarnya dunia malam di Kalijodo. Deret 50-an warung remang-remang dan kafe penjaja minuman keras yang sudah ada sejak lama seperti menjadi ikon utama tempat hiburan malam kelas menengah bawah itu.Selepas azan magrib berkumandang, suasana kawasan yang masuk dalam wilayah Kelurahan Penjagalan ini mulai berubah. Warung remang-remang dan kafe kelas kampung yang khusus menyediakan minuman keras, satu per satu mulai menyalakan lampu kerlap-kerlip yang menghiasai tembok utamanya.
Reklame dan neon box iklan bir mulai bersaing menghiasi malam Kalijodo. Satu per satu perempuan yang bekerja di industri hiburan malam dengan dandanan seksi yang mengundang, mulai sibuk di tempat kerjanya masing-masing.
Aroma kali yang menjadi lintasan limbah warga Jakarta seperti tenggelam ditelan wangi menyengat puluhan bahkan ratusan perempuan penghibur yang mengandalkan hidup dari kawasan Kalijodo. Ya, itulah kawasan Kalijodo. Sebagian pria hidung belang bisa jadi tidak asing mendengar nama kawasan ini. Tempat pelepas syahwat ini mulai naik pamor di era kolonial Belanda, 1930-an.
Bahkan, wacana pembongkaran Kalijodo seperti sudah menjadi langganan dan bergulir dari gubernur satu ke gubernur lainnya. Namun hingga kini kawasan tersebut tetap berdiri. “Memang wilayah sana tempat maksiat. Warga sini enggak terlalu memusingkan selama mereka tidak mengusik,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya usai salat magrib di Masjid Nurul Hasanah, Kalijodo, Rabu 10 Februari 2016.
Hentakan dangdut remix khas pantura mulai terdengar dari beberapa kafe ketika pintu terbuka. Tampak sejumlah wanita berpakaian seksi dengan make up tebal sibuk menggoda para lelaki yang datang atau melintas. Sedangkan di Masjid Nurul Hasanah, puluhan anak kecil asyik bercengkerama di lantai 2. Rupanya bocah-bocah itu tengah menanti guru ngaji mereka. Sementara di lantai bawah terlihat 3 pria sedang iktikaf sambil menanti azan Isya.
“Memang yang di sana (lokalisasi Kalijodo) itu kebanyakan orang pendatang semua. Kalau warga asli sini ya aktivitasnya biasa saja, seperti warga Jakarta lainnya,” ucap warga lainnya menimpali. Memang tidak semua bangunan yang ada di RW 5 Kelurahan Pejagalan itu dijadikan kafe maupun tempat karaoke. Kawasan prostitusi itu hanya tersebar di 5 RT yang ada di RW 5, yakni RT 1, 3, 4, 5, dan 6. Di RW 5 Pejagalan, terdapat 9 RT.
Secara administrasi kewilayahan, lokalisasi Kalijodo berada di 2 kecamatan, yakni Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, dan Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Informasi yang diperoleh mayoritas warga pendatang di Kalijodo berasal dari Jawa Barat. Tercatat ada 150 pekerja seks komersil dan pemandu lagu di lokalisasi tersebut. “Tapi kelihatannya kalau malam lebih ramai. Mungkin di sana bisa sampai 1.000 orang kalau hitungan kasarnya per kafe misalnya ada 20 orang,” ucap sumber yang enggan diungkap identitasnya itu.
Dia mengungkapkan, petugas di kawasan tersebut sulit mendata warga yang berada di lokalisasi Kalijodo. Apalagi banyak aparat setempat yang tidak berani mengulik kawasan yang dikenal dijaga sejumlah preman itu. “Mungkin karena banyak juga yang kerjanya di situ, tapi tinggalnya di tempat lain,” kata dia.
Suasana itu, bisa jadi sudah tidak akan lagi ditemukan. Rencana pembongkaran kawasan prostitusi itu sudah semakin matang. Langkah sosialiasasi pun langsung dilakukan oleh jajaran pemerintah Kota setempat. “Sosialisasi (pembongkaran Kalijodo) sudah dilakukan tadi pagi,” kata Sudin Kominfomas Jakarta Utara Christian di Kantor Camat Penjaringan, Jakarta, Minggu (14/2/2016).
Selain melibatkan Pemprov DKI, sejumlah pihak turut diikutsertakan dalam sosialisasi ini. Termasuk Polsek dan Koramil setempat. “Sosialisasi dipimpin bapak Wali Kota, dan ditemani pihak Polsek dan Koramil,” kata dia. Christian menyatakan tak ada kendala dalam sosialisasi pembongkaran kawasan Kalijodo tersebut. Tidak ada perlawanan atau tindak kekerasan yang dilakukan warga setempat. “Itu berjalan lancar,” ujar Christian.
Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi sebelumnya menerbitkan surat pemberitahuan yang ditujukan kepada warga Jalan Kepanduan RW 05 kawasan Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara, untuk segera mengosongkan tempat tinggalnya. Sebab, dalam waktu dekat kawasan itu akan segara ditata dan ditertibkan.
Surat bernomor 640/1.751 itu ditujukan kepada para pemilik bangunan, pemilik usaha atau tempat hiburan, dan para pekerja di lima RT di kawasan Kalijodo. Surat pemberitahuan pembongkaran Kalijodo tersebut mulai disosialisikan ke warga hari ini.
Tak hanya memanas soal Kalijodo, ketegangan juga merambat ke bisnis esek-esek di tempat lain. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana atau akrab disapa Haji Lulung angkat suara soal bisnis prostitusi besar di belahan Jakarta Utara lainnya. Politisi PPP ini menyebut ada praktik prostitusi di Alexis dan Malioboro. Dia pun menantang Ahok untuk menertibkan dua hotel dan spa yang berlokasi di Jakarta Utara tersebut.
“Alexis izinnya griya sehat. Ada pelacuran di sana. Mau enggak Ahok tertibkan di sana. Malioboro izinnya griya sehat, yang ada pelacuran,” kata Lulung. “Harus adil dan harus ditertibkan. Kalau pijit, jangan terus pijit all in,” Lulung menambahkan. Mendapat serangan itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Catus Laswanto, langsung membantahnya. Ia mengatakan kedua tempat tersebut memiliki izin usaha hiburan, salah satunya adalah spa.
Baru sebulan duduk di kursi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI, Catur mengaku belum ada laporan dari bawahannya terkait penyalahgunaan izin hiburan menjadi tempat prostitusi. “Enggak ada laporan soal itu, setahu saya mereka usaha bar, lounge, ada spa juga,” kata Catur. Alexis sendiri bagi warga Jakarta bukanlah kata yang asing di telinga. Khususnya bagi warga kelas menegah atas yang kerap menyambangi tempat hiburan malam.
Bahkan, jika kita memasukan kata Hotel Alexis Jakarta ke mesin pencari Google, maka langsung didapati sejumlah artikel dan beberapa review soal ‘hebatnya’ menu hiburan malam di hotel tersebut. Bahkan, faktanya, pada akhir 2008, sedikitnya 16 wanita warga negara asing dan 22 teraphis asal Indonesia dijaring petugas Satuan Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya di Hotel Alexis, Pademangan, Jakarta Utara
Seluruh pekerja terapis itu dijaring dalam “Operasi Bunga” yang sudah satu pekan ini digelar rutin di seluruh wilayah Jakarta. Selain itu 2 orang penyalurnya juga ditangkap. Wanita asing yang terjaring, terdiri dari 11 orang asal China dan 5 lainnya dari negara Thailand, dan Uzbekistan. Petugas juga mengamankan seorang kasir dan manager di lokasi tempat hiburan spa yang terletak di lantai 7 hotel.
Petugas juga sudah menetapkan tersanka kepada delapan penyalurnya, LA, TO, KT, FER, JN, KK, DN, dan MBP. Seluruh tersangka sudah diproses dan segera diajukan ke pengadilan. Mereka dikenai pasal 296, 297, dan 506 KUH Pidana, serta UU No 21 tahun 2007 tentang perdagangan manusia. Ancaman kurungan 6 tahun penjara.
Lalu bagaimana dengan Malioboro? Malioboro Club atau yang biasa dikenal dengan Malio Club disebut salahsatu situs matalelaki.club sebagai salah satu primadona dan surganya para lelaki. Hotel dan Spa yang terletak di daerah Jakarta barat ini selalu ramai setiap harinya dipenuhi oleh pengunjung yang kebanyakan adalah kaum adam.
Selain bisa meikmati Spa disini para pengunjung akan mendapatkan suguhan dari penari-penari striptis yang super seksi yang akan menari-menari nakal di depan para tamu club itu. Di salah satu lantainya club ini juga menyediakan kama-kamar khusus yang bisa digunakan untuk para pengunjung Malio yang sebelumnya sudah menyewa gadis yanga dibokingnya untuk menemani secara privasi. (lip6/dbs)