BEKASI – Ketua Forum Investor Bekasi, Dedi Harsono menilai penutupan pabrik PT Panasonic di kawasan Cikarang, Kabupaten Bekasi, dipengaruhi ketatnya persaingan bisnis pasca pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
“Itu (penutupan pabrik Panasonic) sesuatu yang biasa. Manajemen melakukan kebijakan terkait investasi karena adanya masalah keuangan. Bisnis mereka tidak mampu berkompetisi dengan produk Korea,” katanya di kantornya M Gold Apartemen lantai 18, Jalan KH Noer Ali-Kalimalang, Bekasi Selatan, Rabu (10/02).
Dikatakan Dedi, sejumlah produk perusahaan asal Jepang itu terbukti tidak mampu bersaing dengan gencarnya pasokan produk elektronik asal Korea di Indonesia. “Kalau menguntungkan apapun bisnisnya pasti dia akan bertahan. Namun sejak MEA diberlakukan, sekarang sudah tidak ada lagi proteksi,” katanya.
Menurutnya, iklim investasi Indonesia saat ini termasuk bagus, namun keberlangsungan sebuah usaha sangat ditentukan oleh produknya.
“Regulasi atau Sumber Daya Manusia (SDM) sebagus apapun kalau manajemen produknya jelek, maka tidak akan bertahan lama,” ujarnya.
Dikatakan Dedi, hengkangnya pabrik utama Panasonic dari kawasan East Jakarta Industrial Park (EJIP) Cikarang diperkirakan merupakan strategi perusahaan dalam mencari beban Upah Minimum Kota/Kabupaten yang lebih rendah. “Faktor UMK di suatu daerah pun cukup mempengaruhi iklim usaha. Biasanya pabrik dengan merk ternama seperti Panasonic maupun Toshiba pasti mempekerjakan SDM dalam skala besar yang jumlahnya mencapai ribuan,” katanya.
Dia menilai, perusahaan tersebut juga telah mempertimbangkan besaran UMK yang lebih kecil dari Cikarang. Hingga akhirnya, memutuskan pindah ke Pasuruan Jawa Timur dan Cileungsi, Jawa Barat.
“Kondisi sekarang ditentukan UMK pemerintah daerah, bisa sebagai pemicu hengkangnya pabrik yang SDM-nya banyak,” pungkas Dedi. (fjr)
intinya sih produknya memang kalah bersaing dengan kompetitor, mungkin disebabkan karena lambatnya pihak manajemen dalam berinovasi, hmm..