CIREBON – Sejumlah anggota komite dan wali murid Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Ciwaringin, Kabupaten Cirebon keluhkan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan pihak sekolah tersebut. Pasalnya, tanpa ada kesepakatan baik dengan komite sekolah maupun wali murid, pihak sekolah telah memungut setiap siswanya sebesar Rp 200 ribu dengan dalih untuk pembangunan WC dan pembelian komputer.
Demikian yang dikeluhkan salah seorang anggota komite sekolah SMAN1 Ciwaringin, Sofyan, menurutnya, pungutan yang dilakukan pihak sekolah diawali pada tanggal 22 Agustus 2015 lalu yakni mengadakan rapat dahulu antara pihak komite sekolah, pihak sekolah, dan wali rurid. Pada rapat tersebut, kata Sofyan, pihak sekolah akan memungut biaya dengan dalih untuk pembangunan WC dan pembelian komputer. Dengan rincian biaya yang diinginkan pihak sekolah memungut untuk kelas X sebesar Rp 960.000 per siswa, kelas XI sebesar Rp 990.000 per siswa, dan kelas XI sebesar Rp 990.000 per siswa.
Namun, lanjut Sofyan, pada rapat tersebut tidak ada kesepakatan karena wali murid keberatan dan terjadi deadlock. Terjadinya deadlock dikarenakan selain wali murid merasa keberatan, juga karena pihak sekolah tidak mau transparan dengan dana BOS yang ada di SMAN1 Ciwaringin. Di samping itu, lanjut Sofyan, dalam rapat pembahasan pungutan biaya yang dibebankan kepada seluruh wali murid tersebut kepala sekolah, H. Dede Solikhin tidak hadir, meski pada awal dibukanya rapat tersebut kepala sekolah ada di tempat.
“Saya sangat keberatan dengan adanya pungutan yang tidak ada dasar hukumnya baik PERBUP atau surat edaran dari Dinas Pendidikan (Disdik). Ini artinya kategori pungli atau ilegal. Sebab pada rapat itu tidak ada kesapakatan baik dari kami, komite sekolah maupun wali murid. Tapi kenapa pertanggal 23 November 2015 setiap siswa dikenakan pungutan sebesar Rp 200 ribu dengan alasan berdasarkan berita acara pada rapat tersebut,” ujar Sofyan, Senin (7/12/2015).
Diakui Sofyan, dirinya sebagai salah satu anggota komite sekolah sekadar mengingatkan, bahwa sekolah negeri itu sudah didanai dari dana BOS atau APBN maupun APBD. Sekolah negeri tidak diperkenankan malakukan pungutan kepada wali murid. Hal itu, kata dia, sebagaimana diatur dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan menteri pendidikan dan kebudayaan no 44 tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan dasar.
“Kalau masih saja dipungut, kasihan wali murid. Apalagi banyak yang ekonominya di kelas bawah. Dan selama lima tahun terakhir SMAN1 Ciwaringin selalu bermasalah dengan hal-hal serupa. Saya harap pihak Disdik maupun Bupati memberi perhatian ke sekolah ini agar tidak lagi terulang,” harap Sofyan yang juga statusnya sebagai pengajar tersebut.
Hal senada juga dikeluhkan salah seorang wali murid SMAN1 Ciwaringin yang enggan dipublikasikan namanya. Menurut dia, dirinya terpaksa membayar pungutan yang dilakukan pihak sekolah. Sebab katanya, anak yang mengikuti pendidikan di sekolah tersebut tidak akan mendapatkan kartu ujian nantinya. “Saya terus terang merasa keberatan, sebab pada waktu rapat tidak ada kesepakatan dari pihak wali murid dengan pihak sekolah. Dan terpaksa harus meminjam uang untuk membayarnya, sebab kalau tidak membayar anak saya katanya tidak dapat mengikuti ujian nantinya,” ungkapnya.
Wali murid yang terbilang ekonominya kurang mencukupi ini melanjutkan, tak hanya pungutan yang sebesar Rp 200 pada beberapa hari lalu ia bayarkan. Namun, sewaktu dirinya bersama wali murid lain mendaftarkan anak-anaknya, dia harus diminta pihak sekolah sebesar Rp 3 juta. Karena NEM yang dimiliki anaknya tidak memenuhi syarat.
“Meski pada waktu itu saya membawa SKTM dari desa, tetap saja diminta. Katanya sekolah itu harus bayar, ibu punya berapa? Dan saya hanya ngasih Rp 500 ribu, kata pihak sekolah saya masih hutang 1 juta lagi untuk pendaftaran itu. Katanya kalau ada SKTM masuk sekolah ke situ gratis, tapi tetap aja bayar, awalnya sih diminta 3 juta, dan yang lain juga ada yang bayar sampai 2,5 juta, sampai 2 juta agar anaknya bisa sekolah di situ,” katanya.
Sementara itu, pihak sekolah sewaktu didatangi untuk dimintai konfirmasi, hanya ditemu bagian Tim Pengembangan Sekolah SMAN1 Ciwaringin, Tabroni. Menurut dia, sekolahnya mempunyai program pengembangan yakni dengan membangun WC dan pengadaan komputer yang layak. Dan pungutan yang dilakukan pihaknya, aku dia, sudah dirapatkan dan disepakti terlebih dahulu oleh pihak komite maupun wali murid.
“Kalau mengandalkan dana BOS tidak cukup, makanya kami musyawarah dengan komite dan wali murid. Bahkan orang dinas pendidikannya pun hadir pada waktu itu,” ungkapnya. Dan ketika dimintai tanda bukti berita acara kesepakatan rapat, Tabroni menyatakan tidak memagang. Sebab berkas itu ada pada pihak komite sekolah. Adapun terkait pungutan uang pendaftaran yang hingga mencapai Rp 3 juta, Tabroni pun mengakui hal itu, meski kata dia, uang tersebut hanyalah sebagai bentuk terima kasih. (gfr)
Yg rapat itu komite dg para org tua siswa, mereka sendiri yg bersepakat mufakat menentukan berapa dana partisipasi ortu siswa, koq jd sekolah yg disalahkan???
Sudah semestinya komite menjembatani pihak sklh dg para ortu siswa tujuan nya memfasilitasi apa yg di butuhkan siswa agar nyaman belajar,
Ada rapat komite, ada surat undangan komite, ada notulen, koq dikatakan PUNGUTAN LIAR
Bikin berita yg bener, kalo tidak segera diklarifikasi bisa dituntut mencemarkan nama baik lembaga