CIREBON – LSM Rakyat Cirebon Anti Korupsi (RACAK), menilai 104 paket sanitasi di Kabupaten Cirebon yang telah dilelangkan, sudah diintervensi pihak Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kabupaten Cirebon.
Sekertaris Umum RACAK, Anton, mengatakan, paket proyek sanitasi DKCTR senilai Rp 52 miliar dari APBD Jawa Barat itu ada kejanggalan, sebab dari sekian banyaknya pemenang tender 95 persennya hanya kontraktor yang memiliki bendera sama. dimana hal tersebut, katanya, tergolong pada Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang harus di ungkap dan dibawa ke ranah hukum.
“Ini jelas ada kongkalikong antara kontraktor, Dinas Cipta Karya dan ULP (Unit Layanan Pengadaan, red). Dan yang menang tender itu yakni yang sudah ada intervensi dari pihak Cpta Karya, sebelumnya sudah dikondisikan terlebih dahulu oleh dinas tersebut,” ujar Anton.
Yang paling fatal, lanjut Anton, ketika dalam proses evaluasi dan verifikasi menggunakan sistem suka-suka. Seperti contoh yang sudah-sudah, katanya, ketika ada 1,2,3 kontraktor masuk dalam tahap yang dilakukan evaluasi hanya satu saja yang sudah merupakan titipan dari DKCTR dan langsung menetapkan dia pemenangnya. Sedangkan pelelang yang lainnya dianggap tidak lengkap pemenuhan syaratnya serta dinyatakan gugur.
Untuk mengusut hal itu, diakui dia, pihaknya sudah mempunyai data lengkap terkait KKN 104 paket sanitasi yang dilelangkan tersebut. Dan akan segera langsung dibawa ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bandung untuk segera dilakukan ke ranah hukum.
“Bukti-bukti itu sudah sangat valid kami kantongi. Kejahatan ini akan terus kami kawal dan secepatnya akan kami laporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bandung. Sebab ini nilainya lebih dari 52 miliar rupiah dan proyek APBD Jawa Barat,” kata Anton.
Sementara itu, pihak DKCTR Kabupaten Cirebon, sewaktu ditemui di kantornya, Senin (26/10) untuk meminta konfirmasi hal terkait, Kepala Seksi Bangunan Gedung dan Pemukiman pada DCKTR, Yedi, membantah. Menurutnya, terkait apa yang telah dinilai RACAK, dirinya tidak tahu menahu. Sebab pelelangan yang menangani bukan pihaknya, tapi ULP.
“Saya memang ditunjuk sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen, red). Tetapi untuk masalah yang katanya pengondisian atau ada intervensi dari Cipta Karya saya tidak tahu menahu. Manngga, silakan Tanya ke ULP jangan Tanya ke saya,” jelasnya.
Sebab, dirinya hanya menangani setelah proses pelelangan di ULP selesai. Yakni yang berkaitan dengan fisik bangunan proyek tersebut. Dan diakui Yedi, dirinya hanya membuat perencanaan supaya pelaksanaan proyek itu bisa selesai dengan waktu yang telah ditentukan.
Melihat waktu yang sudah sangat mendesak. Disampaikan Kepala Bagian Pembangunan di Sekretariat Pemerintahan Kabupaten Cirebon yang sekaligus menangani ULP atau pelelangan tersebut, Adil Priyatno sewaktu dikonfirmasi menyatakan, apa yang dilakukan pihaknya tidak ada intervensi sama sekali dari pihak mana pun, sebab lembaga tersebut berupa independent.
“Pokja bekerja sudah sesuai dengan ketentuan, yaitu Perpres nomor 54 tahun 2010 beserta dengan perubahan-perubahannya. Dan rekanan yang masuk itu dievaluasi berdasarkan dengan ketentuan dokumen yang diminta. Jadi tidak ada intervensi dari ULP terhadap pokja. Pokja bekerja tetap sesuai dengan aturan. Dan tidak ada intevensi dari siapapun,” katanya (gfr)