BEKASI – Sebelum tahun 70-an, potensi sumber daya alam wilayah Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi merupakan daerah agraris dengan masyarakat agamis. Hal ini dengan dukungan saluran pengairan yang lancar maka tanaman padi, palawija dan tambak ternak ikan di Desa Huripjaya cukup subur.
Sedangkan di tepi pantai lautnya penuh dengan tanaman hutan bakau yang dapat meyerap abrasi air laut. Kondisi seperti itu mengantarkan masyarakatnya menjadi makmur, sehingga wilayah Kecamatan Babelan dikenal sebagai lumbung padi nya Kabupaten dan Kota Bekasi saat itu. Namun, kenyataan itu berbeda jauh untuk Babelan saat ini yang sudah tercabik-cabik oleh industrialisasi.
Ketua Komunitas Masyarakat Utara Bekasi (Komus) Naryo mengungkapkan, dengan kemakmuran yang pernah terjadi di masa lalu, Babelan sudah dapat menggali potensi Sumber Daya Alam (SDA) nya untuk kehidupan. Namun, dengan adanya industri yang sudah menjajakan dirinya ke wilayah itu, banyak SDA yang kian tahun tergerus oleh pembangunan sehingga kemakmuran yang berada di Babelan lambat tahun menghilang, terlebih wilayah Babelan sendiri kini menjadi kecamatan peringkat kedua untuk angka kemiskinan se Kabupaten Bekasi.
“Dengan potensi kekayaan alam agrarisnya, sesungguhnya masyarakat wilayah kecamatan Babelan sejak dulu sudah berhasil mengelola dan mampu meningkatkan kualitas SDM nya. Oleh karena itu, alam lingkungan di wilayah Kecamatan Babelan steril dari kegiatan pembangunan yang dapat merusak dan menghilangkan sejarah peradaban masa lalu dan tidak usah di utak-atik dengan pembangunan industri,” ungkapnya.
Menurut dia, banyaknya pembangunan industri yang ada di Babelan, malah akan merusak lingkungan dan sosial warga sekitar yang ada disana. Sehingga, kultur ramah tamah di Babelan itu akan menghilang secara perlahan.
“Banyaknya pembangunan industri itu karena ketamakan ingin mengejar materi, Apalagi hanya untuk kepentingan sebagian kelompok orang, para pengusaha dan mungkin juga penguasanya. Jika dengan industri, akhirnya hanya merusak kondisi alam lingkungan, menimbulkan gejolak sosial, sifat dan sikap individualistis dan maraknya premanisme lokal,” terangnya.
Bukan hanya industri yang sudah menjamur. Kini perumahan-pun kian merebak di wilayah Babelan yang semakin menyempitkan tempat penyerapan air di wilayah Babelan sehingga kerap terjadi banjir diwilayah itu.
“Seiring dengan pertumbuhan pembangunan industri, pembangunan perumahan-pun di wilayah kecamatan Babelan sudah mulai muncul dimana-mana. Lahan persawahan produktif semakin menyempit karena sudah banyak ditanami besi-besi beton untuk perumahan-perumahan yang jika para ahli tidak melakukan pengkajian secara konferhensif (tidak asal membangun), maka musibah banjir akan menjadi peristiwa biasa di kemudian hari,” ujarnya.
Ditambahkannya, terlebih untuk wilayah Babelan saat ini sudah memiliki Perda No 12 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi. Dimana, wilayah Babelan itu akan menjadi kawasan industri yang sangat besar.
“Dari Perda tentang RTRW itu, wilayah kecamatan Babelan sudah ditetapkan menjadi kawasan industri besar. Dengan demikian ke depan pembangunan di wilayah Babelan akan di penuhi dengan berbagai macam pembangunan industri. Dan dari sisi pertaniannya Babelan tidak akan lagi berswasembada pangan dan tidak pula menjadi lumbung padi-nya Kabupaten dan Kota Bekasi seperti di masa lalu,” pungkasnya. (iar)