BEKASI – Kasus dugaan malpraktik yang dilakukan Bidan NN di Klinik Siti Zahroh Setu hingga rujukan ke Rumah Sakit Kartika Husada Setu dan RSUD Kota Bekasi yang menyebabkan seorang bayi meninggal (Alm. Amira Syantika Senna) dalam kandungan karena penanganan prapersalinan yang tidak sesuai prosedural dilaporkan ke Polres Metro Bekasi oleh keluarga korban dengan didampingi kuasa hukumnya pada tanggal 26 Januari 2023 lalu.
Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum korban, Nensih Sitompul dari LBH Patriot Bekasi menyatakan akan meminta klarifikasi dan tanggungjawab pihak klinik Siti Zahroh, RS Kartika Husada dan RSUD Kota Bekasi.
Nensih mengatakan, saat ini pihaknya melakukan pendampingan laporan dugaan kasus malpraktik yang dilakukan Bidan klinik dan dokter rumah sakit bulan November 2022 lalu. Dengan Nomor: LP/B/234/I/2023/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA.
Sebelumnya, kasus ini sudah dilaporkan ke Direskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (21/12/2022) lalu. Namun dilimpahkan ke Polres Metro Bekasi. Dan saat ini, kata Nensih, keluarga korban sudaah dimintai keterangan untuk kedua kalinya di Polres Metro Bekasi. Sedangkan bidan NN, masih dalam proses pemanggilan untuk dimintai keterangan.
Dirinya berharap, pelaporan ke polisi ini dilakukan agar ada jalan hukum agar tidak terjadi kembali kasus serupa. “Semoga tidak terjadi lagi, karena ini menyangkut nyawa manusia,” tukas Nensih, Kamis (23/02/2023) siang.
Sementara itu suami korban, Asep Saefullah menjelaskan, istrinya, Rohimah Rhades Rinna, melakukan pemeriksaan kandungannya dari berusia 0-9 bulan yang dilakukan di klinik Siti Zahroh.
“Dari semenjak kehamilan istri saya, setiap bulannya saya memeriksakan kandungan istri saya ke klinik Siti Zahroh Setu dari usia kandungan 0 (nol) bulan. Setelah menginjak usia kandungan 9 bulan 2 Minggu, istri belum juga ada kontraksi. Nah, sama bidan NN yang sekaligus pemilik klinik Siti Zahroh, menunda kelahiran istri saya hingga 2 Minggu,” tuturnya.
Karena tidak ada kontraksi, lanjut Asep, dia tidak menyarankan untuk Cesar. “Jadi, saya menunggu hingga 2 Minggu sampai tanggal 27 November 2022. Setelah tanggal 27, saya ketemu bidan lagi, saya disuruh nunggu lagi,” katanya.
Menurut Asep, apabila tidak adanya kontraksi pada ibu hamil dan sudah melewati bulannya, seharusnya dirujuk ke rumah sakit, namun tidak sama sekali direkomendasikan untuk dirujuk ke rumah sakit.
“Saya disuruh nunggu lagi selama 3 hari, sampai usia kandungan istri saya total 10 bulan 3 hari,” ucap Asep.
Selain itu, dirinya bertanya kepada yang bersangkutan (bidan NN), apabila ingin diinduksi harus ke rumah sakit mana? “Ga perlu ke rumah sakit, di sini juga bisa,” katanya menirukan ucapan NN.
Masuk tanggal 30 November, istrinya melakukan induksi pertama pada jam 10 pagi. Kemudian, induksi kedua jam 5 subuh, namun belum ada juga kontraksi. Sampai pada akhirnya mengalami pendarahan.
“Sampai pada akhirnya, saya minta rujukan yang sebelumnya ditolak. Kemudian, bidan NN merujuk istri saya ke RS Kartika Husada Setu,” katanya.
Sesampai di RS Kartika Husada, kata Asep, Rohimah sempat dianti gen covid, namun hasilnya non reaktif. Lalu dilanjut tes darah, dan dokter mendiagnosa Rohimah mengidap HIV.
“Di sini saya merasakan janggal, dan ingin melakukan tes darah ulang. Namun, dokter ga nurutin itu, dengan alasan bakal keluar hasil yang sama. Saya yakin, hasil tes darah istrinya tertukar dengan hasil diagnosa orang lain,” ujar Asep.
Akan tetapi, yang diutamakan bukan soal hasil tes darah, melainkan tindakan persalinan istrinya yang harus disegerakan. “Tapi, pihak rumah sakit malah merujuk ke RSUD Kota Bekasi,” bebernya.
Di RSUD Kota Bekasi, masih ada pergerakan dari bayi dalam kandungan istrinya. Dokter yang awalnya akan menangani pada jam 10, malah datang jam 2 siang. Sehingga, Asep dan istrinya kehilangan bayinya.
Hal ini dikarenakan, lalai serta lambatnya penanganan bidan klinik dan dokter rumah sakit.
Asep berharap, dirinya dapat menuntut keadilan, sehingga para terlapor diduga melakukan pembiaran dalam proses persalinan, hingga menyebabkan anaknya meninggal. (Jar)