KBB – Anggaran untuk pengadaan paket sembako buat masyarakat terdampak corona di Kabupaten Bandung Barat (KBB) sebesar Rp 60 miliar. Paket sembako tersebut diperuntukan bagi 30 ribu kepala keluarga (KK) di kabupaten tersebut. Dan per paketnya sebesar Rp 500 ribu, selama empat bulan. Tapi kok warga penerima ada yang mendapatkan ayam potong busuk dalam paket tersebut. Bahkan, selain ayam, jenis sembako yang lain pun tidak layak dikonsumsi.
Sekedar mengulas, warga RW 13 Desa Citapen, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB) menerima bantuan paket sembako dari Pemkab Bandung Barat (KBB) dalam kondisi yang tidak layak konsumsi. Bahkan kondisi ayam potong pun sudah membusuk.
BACA: Aya Wae! Warga Terima Paket Bantuan Sembako Tak Layak Konsumsi
Paket sembako itu berisi beras 10 kilogram, kentang 1 kilogram, tomat 1 kilogram, buah pir 1 kilogram, telur 500 gram, mie instan 12 bungkus, minyak 2 liter, dan ayam potong 1 kilogram. Namun ayam potong ysng diterimanya sudah dalam kondisi busuk.
Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat (KBB) menyebutkan, adanya sembako untuk warga yang tidak layak konsumsi penyebabnya karena sembako tersebut terlalu lama sampai ke Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Sementara itu, Ketua Panja DPRD KBB, Bagja Setiawan, mengatakan, kondisi demikian terjadi karena Pemerintah KBB tidak menggubris rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Percepatan Penanganan Covid-19 DPRD terkait bantuan sembako untuk warga.
“Sejak awal pihaknya sudah merekomendasikan Pemda KBB agar memberikan bantuan ke warga terdampak Covid-19 berupa bantuan langsung tunai (BLT), bukan berupa sembako,” ujar Bagja, Minggu (26/4/2020).
Bagja menambahkan, sda alasan kenapa harus berupa BLT. Pertama, supaya tepat sasaran. Lalu lebih mudah diberikan, dan yang paling penting untuk meminimalisasi ada penyimpangan dalam proses pengadaan.
Namun, kata Bagja, ada beberapa pihak dari Pemda KBB tetap memaksakan ingin memberikan bantuan berupa sembako. Padahal, disisi lain Dinas Sosial sudah setuju dengan panja kalau bantuannya ingin berupa BLT.
“Ini perlu dikonfrontir, kenapa panja sarankan harus BLT, tapi pemda keukeuh harus pakai sembako. Kami terus mengawal proses pengadaannya sesuai undang-undang yang berlaku,” katanya.
Ia mengatakan, proses pengawalan pengadaan tersebut perlu dilakukan karena anggaran untuk sembako saja sangat besar, yakni mencapai Rp 60 miliar untuk 30 ribu keluarga penerima manfaat (KPM).
“Itu per paketnya Rp 500 ribu, sesuai arahan Pak Gubernur, dikali empat bulan. Jadi, itu anggarannya Rp 60 miliar dengan pengadaannya pakai skema penunjukan langsung. Jadi luar biasa,” kata Bagja. (red)