BEKASI – Mantan Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (PP GPII), Muh Rojak menilai perbuatan yang dilakukan oleh Staf Khusus Presiden RI, Andi Taufan, perihal surat yang dikeluarkan kepada seluruh Camat se-Indonesia telah merusak Sistem Administrasi Pemerintahan.
Surat itu berkop Sekretariat Kabinet tertulis berisikan dua hal, pertama, mengedukasi masyarakat desa tentang apa itu virus corona. Kedua, mendata kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) Puskesmas desa dan memenuhi kekurangannya lewat jalur donasi. Kemudian, untuk merealisasikan kedua tujuan itu disebutkan lebih lanjut di dalamnya dibebankan kepada petugas lapangan PT Amartha Mikro Fintek, sebuah perusahaan yang di dalamnya dia (Andi) sebagai pemilik perusahaan tersebut.
“Ini sangat jelas merusak Sistem Administrasi Pemerintahan,” tukas Rojak kepada jabarpublisher.com, Selasa (14/04/2020) malam.
“Menurut saya, saudara Andi Taufan tidak memahami tugas dan kewajibannya sebagai Staf Khusus Presiden RI, dia perlu membaca ulang Perpres Nomor 39 Tahun 2018 tentang Utusan Khusus Presiden, Stafsus Presiden, dan Stafsus Wakil Presiden. Kita semua sama-sama ketahui bahwa Jokowi punya 14 Stafsus, 7 di antaranya milenial,” bebernya.
Merujuk Perpres, stafsus secara administratif bertanggung jawab kepada Sekretaris Kabinet. Namun dalam penugasan sesuai bidang, masing-masing stafsus bertanggung jawab kepada Presiden.
“Staf Khusus Presiden dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi yang baik dengan instansi pemerintah,” bunyi pasal 20. Dari sini jelas bahwa yang mempunyai kewenangan mengeluarkan surat Sekretariat Kabinet adalah Menteri Sektetaris Kabinet, yaitu Pak Pratikno bukan Stafsus saudara Andi,” ucap Rojak.
Rojak berharap, kepada Presiden Jokowi untuk segera mengevaluasi kinerja ketujuh Stafsus Milenial yang ada saat ini. Memperhatikan masukkan dari Ombudsmen RI dan beberapa praktisi hukum bahwa perbuatan yang dilakukan saudara Andi Taufan termasuk pelanggaran berat, masuk kategori maladministrasi dan melanggar hukum.
“Sekalipun dia sudah menyampaikan permintaan maafnya kepada publik, saya khawatir keberadaan stafsus milenial semakin terus menuai kontroversi dan tidak ada sama sekali keberadaannya bermanfaat bagi generasi muda Indonesia. Harusnya Presiden Jokowi memilih stafsus milenial dari kalangan generasi muda yang mempunyai pengalaman dan berprestasi di organisasi kepemudaan atau pernah bekerja di badan publik, nyatanya yang terpilih karena mereka itu dari kalangan anak para pejabat dan pengusaha,” jelasnya lagi.
Di tengah situasi keadaan rakyat sedang sulit karena wabah Covid-19 sewajarnya stafsus millenial presiden menunjukkan empati kepedulian sosial, dan memberikan solusi, bukan malah memanfaatkan kepentingan jaringan bisnis, mencari keuntungan dibalik bencana Nasional. (Jar)