CIREBON – Pasca pelantikan kuwu hasil Pilwu Serentak 2019 di 176 Desa se Kab Cirebon, muncul polemik yang nyaris sama yakni terkait pergantian perangkat desa. Para kuwu baru yang menjabat, menghendaki adanya pergantian perangkat desa yang mereka kehendaki, namun di sisi lain para perangkat lama pun rata-rata enggan mengundurkan diri dari jabatan mereka karena merasa memiliki SK dan berpatokan pada Perbup No 22 Tahun 2018 Tentang Perangkat Desa. Akibat kisruh ‘bara dalam sekam’ ini yang menjadi korban adalah masyarakat, yakni pelayanan menjadi terganggu, program-program desa yang harusnya bisa segera dilalukan menjadi terhambat.
Terkait hal ini JP mengkonfirmasi langsung Bupati Cirebon Imron Rosyadi, Jumat (17/1/2020). “Terkait perangkat kan ada mekanismenya, ikuti saja mekanismenya. Memang ada beberapa dari pilwu kemarin perangkat desa yang mendukung salah satu calon, padahal sebenarnya perangkat desa harus netral. Setelah calon yang dia dukung kalah, yang jadi kuwunya harus minta diganti perangkatnya,” ungkap bupati disela-sela kunjungannya memantau lokasi rawan banjir di Cirebon Timur.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, Rohman menyampaikan, pihaknya menyerahkan soal bongkar pasang perangkat desa kepada kuwu terpilih. Pasalnya, hal itu merupakan domain kuwu terpilih yang mengetahui kondisi desa setempat.
Namun demikian, pihaknya tetap menyarankan kepada kuwu terpilih agar menempuh proses pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa sesuai dengan aturan yang ada.
“Kami sarankan harus sesuai aturan. Kami berikan aturannya kepada para kuwu (baru) untuk dipelajari agar bongkar pasang bisa sesuai perbup yang ada,” ujar Abdul Rohman.
Dia menambahkan, hasil rapat evaluasi dengan DPMD itu rencananya akan ditindaklanjuti ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda). Dimungkinkan, dalam rapat kerja (raker) nanti akan ada wacana perubahan perda dan perbup yang bisa menjadi solusi, juga tidak merugikan salahsatu pihak.
Saat ini, ia mengaku belum mengetahui persis pasal-pasal mana saja yang perlu dilakukan revisi. “Saya belum baca semua, masih dipelajari,” papar Rohman. Selain itu, Komisi I juga berencana membawa persoalan tersebut ke Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). “Ya ke depan nanti kita akan ke sana,” pungkasnya.
Diberitakan JP sebelumnya, Marak di Kabupaten Cirebon, perangkat desa dipecat secara sepihak oleh kuwu (kepala desa). Atas fenomena itu, DPC Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Cirebon melayangkan surat kepada Menteri Dalam Negeri. Isi surat, sekaligus bentuk laporan, untuk dilakukan pengusutan.
Pantauan jabarpublisher, surat yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri itu bernomor 05/PPDI-CRB/2020, prihal Daftar Nama Desa Kabupaten Cirebon Diminta/Dipaksa Mengundurkan Diri oleh Kuwu/Kepala Desa.
Surat itu, berstempel dan ditandatangani Ketua Umum PPDI Kab Cirebon, Surnato Yoris dan Sekretaris Umum Sutara, SE, tertanggal 11 Januari 2020. “Dipermaklumkan, menindak lanjuti hasil audiensi Persatuan Perangkat Desa Indonesia dengan Kemendagri pada hari Jumat tanggal 10 Januari 2020 melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintah Desa Mengenai maraknya pemberhentian secara sepihak oleh kepala desa/kuwu, maka dari itu kami perlu melaporkan nama desa dan jumlah perangkat desa di wilayah Kebupaten Cirebon,” demikian yang tertulis dalam surat tersebut.
Dalam surat tersebut juga dibeberkan desa-desa yang perangkat desanya mengalami pemecatan secara sepihak oleh kuwu/kepala desa.
Seperti Desa Gebang Kulon, perangkat desa yang dipecat sepihak sebanyak 10 orang; Desa Kalipasung, sebanyak 9 orang; Desa Pabedilan Kidul, sebanyak 10 orang; Desa Jemaras Lor sebanyak 4 orang; Desa Kalipasung sebanyak 6 orang, Desa Sedong Lor sebanyak 4 orang; Desa Winong sebanyak 11 orang; Desa Kempek sebanyak 11 orang; Desa Sigong sebanyak 9 orang; Desa Kertawinangun sebanyak 8 orang; Desa Pekantingan sebanyak 10 orang dan Desa Sarajaya sebanyak 2 orang. (adi/eko/jay)