BEKASI – Demi memuluskan rencana dalam melakukan pengurangan mutu dan volume pekerjaan, sejumlah oknum kontraktor pelaksana rela mengeluarkan kocek besar ke sejumlah oknum dinas yang terlibat dalam pengawasan, agar bisa mendapatkan keuntungan lebih besar dari setiap pekerjaan yang didapat dari proyek APBD.
Proses mendapatkan kegiatan hingga pelaksanaan yang dikerjakan oleh sejumlah rekanan kontraktor, khususnya yang ada di Kabupaten Bekasi, terkuak adanya bagi-bagi upeti yang dilakukan sejumlah kontraktor, dari mulai cara mendapatkan proyek hingga pada saat pelaksanaan di lapangan.
Adanya pemberian komitmen fee sebesar 10% (Sepuluh Persen) yang diberikan kontraktor terhadap oknum dinas, untuk mendapatkan setiap kegiatan yang di inginkan.
Seperti yang diutarakan salah satu kontraktor warga Kecamatan Tambun Utara yang enggan disebut namanya kepada jabarpublisher.com mengaku kalau, biaya untuk mendapatkan setiap proyek Pemerintah hingga pelaksanaan, harus mengeluarkan biaya yang cukup besar.
Sebut saja Anta nama samaran, salah satu oknum kontraktor warga Kecamatan Tambun Utara membeberkan banyaknya biaya pengeluaran yang harus dikeluarkan, demi kelancaran proyek yang diinginkan.
“Memang setiap yang mendapatkan arahan dari dinas, kami harus mengeluarkan biaya 10% dari nilai kegiatan, belum pada saat pelaksanaan kegiatan hingga serah terima dan penandatanganan Berita Acara (BA), itu semua harus diberikan,” ungkap Anta nama samaran oknum Kontraktor kepada jabarpublisher.com
Anta yang diketahui mendapatkan beberapa kegiatan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi, khususnya Dinas PUPR dan Disperkimtan, menjelaskan bahwa setiap kegiatan yang didapat tersebut semua merupakan arahan dari dinas.
“Ya semua juga arahan dari dinas bang, fee 10% yang dikeluarkan itu semua pemborong juga tau, kalo gak ngeluarin fee 10% yah sulit untuk dapat kegiatan,” ujarnya.
Dirinya menjelaskan, Selain komitmen fee 10% yang dikeluarkan oleh kontraktor, pada saat pelaksanaan kegiatan, lagi-lagi kontraktor harus mengeluarkan biaya untuk Pengawas dan konsultan yang mengawasi saat dilaksanakannya kegiatan.
Tidak sampai disitu, pembuatan buku laporan harian yang seharusnya di isi atau dibuat oleh kontraktor, kini kontraktor harus mengeluarkan kembali kocek yang cukup besar, agar laporan buku harian tersebut dibuatkan oleh pihak Konsultan.
Bahkan sampai akhir pelaksanaan kegiatan saja, pengambilan sample pekerjaan untuk di cek ke laboratorium, dan serah terima atau Provisional Hand Over (PHO), hingga serah terima akhir atau Final Hand Over (FHP). Kontraktor kembali mengeluarkan kocek agar semua proses tagihan bisa berjalan lancar dan segera selesai.
Menanggapi hal itu, Sekertaris Lembaga Independen Anti Rasuah (LIAR) Fery Astoni yang mengetahui hal itu langsung, dan mendengar pengakuan dari salah oknum kontraktor merasa miris dengan ulah-ulah oknum yang memanfaatkan jabatannya demi memperkaya diri.
“Bagaimana pembangunan di Kabupaten Bekasi bisa berjalan dengan baik dan menghasilkan pekerjaan yang bagus, jika oknum pejabatnya saja berani melakukan hal seperti ini,” ucap Fery kepada jabarpublisher.com
Dirinya menegaskan, kalau hal ini sudah merupakan tindakan yang melanggar Undang-undang ASN dan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor). Karena jelas, jika Aparatur Sipil Negera menerima sebuah pemberian dari pihak lain berupa barang ataupun uang, itu sudah merupakan suatu bentuk pelanggaran.
“Apalagi sampai ada penentuan pemberian atau permintaan Fee yang besarannya ditentukan, itu sudah jelas menyalahi aturan,” tandasnya.
Dengan beberapa bukti dan keterangan yang didapat berdasarkan hasil investigasi terkait kebijakan yang dianggapnya sudah melanggar aturan, dan mekanisme Undang-undang. Maka hal ini harus segera dilaporkan dan ditindak sesuai mekanisme hukum yang berlaku di Negara ini.
Karena jika tidak, kata Fery, maka pembangunan yang dibiayai dari APBD khususnya Kabupaten Bekasi, tidak akan berjalan dengan baik dan menghasilkan perkerjaan yang sesuai dengan apa yang sudah ditentukan. (Fal)