Home » Cirebon » Proyek Gedung Rawat Inap RSUD Waled Mangkrak, Ini Kata Kejaksaan

Proyek Gedung Rawat Inap RSUD Waled Mangkrak, Ini Kata Kejaksaan

CIREBON – Pembangunan ruang rawat inap kelas III di RSUD Waled hingga akhir Februari 2019 ini mangkrak pada realisasi pekerjaan 55 persen. Kondisi ini terjadi lantaran pihak kontraktor, dalam hal ini PT. Betania Prima – Jakarta tidak bisa menyelesaikan pekerjaan hingga 100%.

Demikian disampaikan Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Kab Cirebon (Sumber), Aditya Rakatama saat ditemui Jabar Publisher di kantornya, Senin (25/2/2019). ” Progres akhir ruang rawat inap ini 55%. Titiknya ada di bagian belakang RSUD Waled, bukan di area perluasan. Dihentikan karena kaitan keterlambatan pekerjaan,” katanya. Untuk diketahui, Kejaksaan Negeri Kab Cirebon sendiri masuk dalam Tim Pengawalan, Pengamanan, Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D).

Pembangunan yang seharusnya menelan anggaran 23 miliar yang bersumber dari Bantuan Provinsi (Banprov) tahun 2018 itu jelas merugikan masyarakat, karena gedung tersebut tidak bisa digunakan tepat waktu, padahal keberadaan pasien di RSUD Waled sering kali membludak. Selain itu, keterlambatan ini juga berakibat pada diblacklistnya pemborong yakni PT Betania Prima – Jakarta. Adapun pembayaran yang dilakukan sesuai dengan progres pekerjaan (55 persen).

“Hasil pertemuan antara PPK, perwakilan penyedia barang, konsultan pembangunan, manajemen konstruksi, dan para pihak terkait, diperoleh kesimpulan bahwa pemborong tidak bisa menyelesaikan pekerjaan, dengan alasan financial. Keterlambatan ini deviasinya lebih dari 10 persen sehingga ditetapkanlah kontrak kritis,” tandas Pak Raka, sapaan akrabnya.

Ditanyakan kaitan kelanjutan pembangunan ruang rawat inap itu, Kasi Intel menegaskan bahwa hingga hari ini tidak ada kelanjutan pembangunan alias mangkrak. “Gak ada kelanjutan, jadi kondisi sekarang ya di posisi 55 persen itu. Apakah tahun ini sisa uang yang ada di kas diusulkan untuk lelang kembali, kita belum tahu,” imbuhnya.

Sedangkan ditanya apakah ada sanksi hukum atau administratif pada proyek tersebut, Ia menjelaskan bahwa masalah ini lebih pada ranah perdata. “Sifatnya perdata. Karena pihak kedua atau pemborong tidak bisa menyelesaikan seluruh pekerjaannya, impactnya selama dua tahun ke depan PT yang bersangkutan tidak bisa mengikuti lelang karena sudah di blacklist atau dibekukan. Jadi kalau tetap dimenangkan itu pelanggaran,” pungkas Aditya Rakatama.

Sementara itu, Penjabat Bupati Cirebon Dicky Sahromi dalam kunjungannya ke RSUD Waled beberapa waktu lalu mengatakan, pengerjaan proyek fisik mayoritas sudah sesuai dengan waktunya. Hanya menurutnya, ada proyek yang karena terdesak waktu akhirnya tidak selesai 100 persen. “Saya lihat cuma di rumah sakit ini saja yang terlambat. Lainnya tidak ada masalah dan tepat waktu. Ini salah satu contoh penggunaan belanja modal yang karena terdesak waktunya, maka tidak maksimal dalam pengerjaannya. Selain itu, ada faktor di luar teknis juga yang membuat bangunan ini tidak selesai sesuai perencanaan,” bebernya.

Oleh karena itu, menurut Dicky, ke depan pihaknya sudah memerintahkan agar setiap dinas untuk secepatnya memasukan item pekerjaan ke unit layanan pengadaan di triwulan pertama agar pekerjaan terutama fisik tidak terdesak waktu dan hasilnya pun bisa maksimal. “Ke depan, triwulan pertama harus lelang semua. Harus sudah masuk ULP. Pembangunan ini investasi kita ke depan yang sangat berharga. Kejadian penggunaan belanja modal yang terdesak waktu, akibatnya penyelesaian kurang maksimal. Ini karena sebelumnya lelang terjadi di triwulan ketiga dan keempat, ini yang harus diubah,” tegas PJ Bupati Cirebon. (jay/adi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*