Aksi Protes Wartawan, Tidak Menyurutkan Sifat Kajari Cikarang
BEKASI – Wartawan Bekasi menggelar aksi buka baju di depan Kejaksaan Negeri Bekasi, Desa Sukamahi, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Kamis (19/10/2017). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes atas arogansi Kepala Kejari Cikarang, Risman Tarihoran kepada kepada salah satu awak media.
Unjuk rasa dilakukan puluhan wartawan dari berbagai media di Bekasi. Di depan Kantor Kejari, mereka menyuarakan kekecewaannya kepada pimpinan Lembaga Adhyaksa tersebut. Wartawan sangat menyayangkan sikap Kajari yang dinilai tidak bersahabat.
Dalam aksi ini, semua awak media mengumpulkan kartu identitasnya. Selain itu, mereka pun melakukan aksi membuka baju sebagai simbol ‘gerahnya’ wartawan karena buruknya keterbukaan informasi di Kabupaten Bekasi. “Sebagai pejabat publik, Pak Kajari Risman harusnya mengetahui posisinya. Kami bekerja untuk menginformasikan sebagai sesuatu ke masyarakat. Publik pun berhak mengetahui informasi dari Kejaksaan, terlebih seperti apa kasus-kasus yang ditangani,” kata salah seorang wartawan, Jiovanno Nahampun.
Aksi protes wartawan dilatarbelakangi sikap Kejari usai menghadiri kegiatan pisah sambut Komandan Kodim 0509/Kabupaten Bekasi, Rabu (18/10) kemarin. Saat dihampiri wartawan, dengan nada tinggi Kejari menolak diwawancarai.
“Saat itu sebenarnya saya belum berbicara apapun, bahkan minta wawancara juga belum. Tapi beliau (Kajari) langsung ngomong ‘saya tidak mau diwawancara sama wartawan’. Beliau bilang begitu sambil jarinya tunjuk-tunjuk ke saya, itu saya sayangkan. Jelas saya merasa tidak nyaman diperlakukan seperti itu sebagai wartawan, apalagi di depan banyak orang pas selesai acara,” ucap Jiovanno.
Usai ungkapan tersebut, Jiovano mencoba mengkonfirmasi, namun Kajari memilih menaiki mobil lalu meninggalkan tempat acara. “Saya sempat tanya ucapan Kajari itu serius tidak, tapi beliau melarikan diri,” katanya.
Hal serupa diungkapkan wartawan lainnya, Arfan. Masalah tersebut dialami Arfan usai menerbitkan berita tentang kelanjutan kasus miringnya jembatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi. Arfan mengkritisi sikap Kejaksaan yang tak kunjung menyelidiki jembatan yang diduga gagal konstruksi itu. Usai beritanya terbit, Arfan dipanggil pihak Kejaksaan.
“Awalnya katanya cuma ingin mengobrol saja sehingga saya dipanggil. Saat itu ada Kajari, Kasi Intel sama Kasi Pidsus di salah satu ruangan di Kejaksaan. Tapi saya merasa disudutkan saat dipanggil itu. Tidak ada kekerasan fisik tapi kekerasan secara verbal saya dapatkan. Bahkan, saya sempat diancam bakal dilaporkan ke polisi. Padahal posisinya saya hanya wartawan, menuliskan apa yang terjadi,” bebernya.
Wartawan di salah satu media cetak di Bekasi itu menyayangkan sikap Kejaksaan yang mencoba mengintimidasi pekerjaan wartawan. “Sebagai wartawan, kami tidak memiliki kepentingan dengan Kejaksaan sampai harus dipanggil seperti itu. Jujur saja saya merasa tidak nyaman diperlakukan seperti itu,” ucapnya.
Pada aksi unjuk rasa tersebut, Kajari Risman akhirnya mendatangi wartawan bersama Kasi Intel, Adawan. Namun, sayangnya, pertemuan yang berlangsung di depan halaman Kejaksaan itu tidak berbuah hal positif. Terlebih ketika Kajari enggan menyampaikan permintaan maaf.
“Saya bukan tidak mau berbicara dengan wartawan, silakan (bicara). Tapi kalau masalah pribadi jangan dibawa kewartawanan, saya tidak suka diwawancara kamu. (Kenapa?) tanya pada rumput yang bergoyang. Saya tidak ada urusan dengan wartawan… (Soal tugas wartawan yang dilindungi oleh Undang-undang Pers) itu urusan Anda,” tukas Risman.
Menurutnya, masalah tersebut adalah merupakan masalah pribadi. “Ini masalah pribadi, bukan sama banyak wartawan. Jadi, ga usahlah bawa-bawa wartawan,” ucapnya.
“Kalau memang masalah pribadi, jangan permalukan kami di depan umum. Kalau memang masalah pribadi, kenapa tidak dibicarakan secara tatap muka? Jadi, tidak saling mengutamakan ego masing-masing. Seolah-olah melecehkan profesi kami sebagai jurnalis. Mungkin, kalau bisa dimusyawarahkan, musyawarahkan lah dengan kepala dingin,” pungkas Aji, Ketua IWO Kabupaten Bekasi. (fjr)