Home » Bekasi » Bupati Bekasi Meminta-minta Hewan Qurban ke Pengusaha
SURAT edaran yang ditandatangani Bupati Bekasi, perihal permohonan hewan qurban kepada pengusaha

Bupati Bekasi Meminta-minta Hewan Qurban ke Pengusaha

BEKASI – Munculnya surat edaran bertanda tangan Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin, berisi permohonan bantuan hewan qurban ‎kepada pengusaha dan pelaku bisnis lainnya, menimbulkan stigma negatif masyarakat.

Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, bahkan menuding Pemkab Bekasi lebih parah dibandingkan panitia qurban.

Lembaga pemda, kata dia, seharusnya jangan disamakan dengan panitia qurban di masjid. Tidak boleh mengedarkan surat untuk meminta-minta hewan qurban. “Panitia qurban saja, tidak pernah memaksa-maksa umat untuk qurban, dengan cara mengedarkan surat. Panitia qurban di masjid, diserahkan kepada umat, siapa yang mau berqurban. Kok ini kenapa, pemda meminta umat untuk menyumbang,” herannya.

Dirinya menambahkan, sedianya hewan qurban itu diserahkan dari pengusaha kepada rakyat, bukan karena surat Pemda tersebut, melainkan karena mereka memang berniat untuk berqurban. “Kalau karena surat itu, iya gratifikasi,” tudingnya.

Uchok menjelaskan, sesuai regulasi yang diatur dalam pasal 12B ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 menyebut, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dan, pasal 12C ayat (1) UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001, menyangkut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.

Dianggap gratifikasi, lanjutnya, jika pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Selain itu, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

“Sanksinya sangat jelas dan tegas, sesuai pasal 12 UU Nomor 20/2001, yakni dikenakan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit 200 juta dan paling banyak 1 miliar,” tegasnya.

Menurutnya, dalam UU Tipikor, tidak ada batasan mengenai gratifikasi. Jika benar Bupati nantinya mendapat jatah hewan qurban, dirinya meminta agar segera laporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dikarenakan berpotensi besar telah terjadi praktek gratifikasi. “Segera laporkan ke KPK. Karena, Bupati tidak boleh menerima apapun, dari siapapun,” ungkapnya, Selasa (06/09).

Kendati sapi-sapi itu diperuntukkan ke rakyat, bukan untuk eksekutif dan legislatif semata, sambung Uchok, tak merubah fakta kalau pemberian itu masuk ranah gratifikasi. “Walaupun gratifikasi ini akan diberikan lagi kepada orang lain, tak ada bedanya. Karena yang namanya dugaan korupsi itu, bukan hanya menguntungkan diri sendiri, juga menguntungkan orang lain, sekalipun si pejabat dan penyelenggara negara tersebut tidak menikmati apapun dari sapi tersebut,” tegasnya.

Uchok meminta pihak Kejari Cikarang untuk segera lakukan penyelidikan atas surat permohonan Bupati kepada pengusaha tersebut. “Kejari harus cepat tanggap, selidiki sumber qurban itu, punya siapa,” pungkasnya. (fjr)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*