Home » Artikel » Musda Muhammadiyah : Demokratisasi Organisasi

Musda Muhammadiyah : Demokratisasi Organisasi

PASCA terbentuknya Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Barat akhir tahun lalu semua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) harus menggelar Musyawarah Daerah (Musda) untuk memilih kepengurusan periode 2015-2020. Musda yang menjaring puluhan calon (bahkan ratusan) untuk seterusnya diproses lagi dalam pemilihan yang bernama Muspimda (Musyawarah Pimpinan Daerah). Umumnya Muspimda menghasilkan tiga kali lipat dari para pengurus yang akan menjabat. Untuk kota/ kabupaten di Jawa Barat jumlah tersebut mencapai 39 bakal calon.

Berikutnya adalah pelaksanaan Musda dengan melibatkan unsur ranting atau setingkat kelurahan untuk memilih 13 anggota PDM. Proses selanjutnya adalah suara terbanyak biasanya didapuk menjadi Ketua PDM. Kekecualian berlangsung apabila sang pemilik suara terbanyak tidak bersedia menjadi Ketua PDM, maka diadakan musyawarah yang diikuti hanya oleh 13 anggota terpilih.

Beberapa peristiwa mengiringi dinamika Musda Muhammadiyah. Sejak beredarnya surat kesediaan menjadi bakal calon ~karena namanya diajukan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (setingkat kecamatan) atau oleh Ortom (Organisasi Otonom)~ dinamika merebak. Alhasil berbagai warna meruyak pra Musda. Warna itu bisa apa saja tergantung kesukaan masing-masing para pemegang hak suara. Tentu saja pemilihan warna bermuara pada penilaian atas track record para balon. Jika track recordnya bagus boleh jadi ia akan melenggang lolos dari Muspimda dan Musda.

Akan tetapi bisa juga balon dengan track record bagus ternyata kandas di awal Muspimda. Hal ini berlangsung karena sang balon kurang disukai oleh sekelompok orang yang merasa telah dikecewakannya ataupun karena sang balon tidak melakukan sosialisasi apa pun sebelum Muspimda.

Dapat dibayangkan jika balon dengan track record bagus saja terjungkal, logikanya bagaimana dengan balon yang disertai track record buruk? Buruk karerna ia terlibat kasus moral (biasanya masalah keuangan dan perempuan lain alias wil) dan keburukan itu lantas menyungkurkannya dari prosesi Musda.

Akan tetapi pada berbagai pemilihan kepengurusan organisasi massa, organisasi politik, dan organisasi keagamaan ~tetap saja balon dengan track record buruk memperoleh suara signifikan sehingga ia terpilih menjadi pengurus untuk periode kepemimpinan organisasi berikutnya. Dalam kuasi ini balon dengan track record buruk bisa laju karena ia melakukan serangkaian kegiatan blusukan ke kantong-kantong suara. Bisa jadi ia membawa sekadar upeti, baik berupa finansial maupun janji menempati kedudukan tertentu di organisasi.

Celakanya ada orang beruang/ berduit tebal yang ikut bermain. Dengan uang ia menjagokan seseorang balon kendati track recordnya buruk. Sang pemilik uang berkepentingan bagi savety jabatan yang telah diperoleh pada organisasi tersebut.

Sejatinya panitia pemilihan (panlih) harus dapat memilah nama-nama balon dengan track record buruk. Para balon yang terbukti melakukan pelanggaran organisasi (apalagi menyangkut keuangan dan wil) seharusnya tidak diakomodir alias dianulir pada tingkat pendaftaran balon. Tentu diperlukan keberanian moral para panlih menghentikan balon dengan kondite moral buruk. Dengan kata lain bila tidak ada keberanian panlih menyetop dan atau menghentikan langkah para balon sebagaimana tersebut di atas, maka jangan heran kelak para pengurus organisasi diisi oleh orang yang secara moral dapat dikatakan buruk. Bayangkan jika orang-orang seperti itu menempati jabatan di organisasi keagamaan.

DINAMIKA organisasi pasti berlangsung pada setiap pemilihan pengurus. Kendati begitu dinamika seharusnya berangkat dari substansi nilai berbasis moral. Bukan berbasis uang. Bukan pula berbasis peluang. Melainkan berbasis ketangguhan moral, konsistensi dan komitmen menjaga nama baik organisasi. Di samping itu dinamika akan menjadi semarak apabila disertai oleh kehendak memajukan organisasi dan mengembangkannya secara gradual.

Muhammadiyah Kabupaten Cirebon pada Jum’at – Minggu 22-24 April 2016 menggelar Musda untuk memilih 13 anggota PDM periode 2015-2020. Diadakan di convention hall Universitas Muhammadiyah Cirebon Watu Belah. Namun untuk mempercepat prosesi, pemilihan 13 anggota PDM dilaksanakan pada Sabtu 23 April bakda Isya.

Sekali lagi dinamika persarikatan akan menjadi indah manakala berangkat dari niat mulia. Niat itu adalah mengutamakan keutuhan organisasi keagamaan agar tetap eksis dan bersaing di era dakwah digital. Dengan demikian patut disadari bahwa menjadi anggota kemimpinan lembaga keagamaan tidak saja dituntut kesiapan fisik dan material, melainkan mesti dilengkapi unsur moral dengan basis kebeningan hati.

Kepada 13 orang terpilih yang menjabat anggota PDM Kabupaten Cirebon periode 2015-2020 saya ucapkan selamat bekerja dan selamat melaksanakan amanat Ki Ahmad Dahlan, pendiri Organisasi Muhadiyah pada tahun 1912 : Hidup hidupilah Muhammadiyah dan jangan cari hidup di Muhammadiyah.***

Penulis: Dadang Kusnandar
Sektetaris MPKU Muhammadiyah Kota Cirebon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*