BANDUNG – Fenomena menggemparkan terjadi dalam sidang kasus korupsi Bupati Karawang non aktif Ade Swara beserta istrinya Nurlatifah, Selasa (31/3). Nurlatifah dan anaknya menangis histeris seusai menyaksikan sang ayah (Ade Swara) dan sang ibu (Nurlatifah) dituntut dengan hukuman 8 dan 7 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU).
JPU meminta majelis hakim untuk menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf e UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal pencucian uang yaitu Pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
“Meminta majelis hakim yang memeriksa perkara ini untuk menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar sebagaimana dakwaan pertama dan kedua. Menjatuhkan hukuman selama delapan tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsidair 4 bulan penjara,” ujar JPU di ruang sidang I Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Selasa (31/3). JPU KPK juga meminta majelis hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar sebagaimana dakwaan pertama dan kedua. Menjatuhkan hukuman selama tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair 4 bulan penjara.
Dan tiba-tiba secara spontan Nurlatifah istri Ade Swara berteriak histeris “Allahuakbar” saat mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari KPK. Dia dituntut hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Pengunjung yang hadir di persidangan sempat terkejut mendengar teriakannya. Sebagian orang berdiri untuk melihatnya, sedangkan sang suami yang duduk di sampingnya tampak berusaha menenangkan istrinya. Terlihat Ade membisikkan sesuatu kepada istrinya.
Majelis Hakim Djoko Indiarto lalu ikut menenangkan. “Mohon agar tetap tenang, sidang belum selesai,” katanya. Nurlatifah langsung tertunduk. Setelah pembacaan putusan ini, majelis hakim memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa untuk mengajukan pembelaan. “Terdakwa boleh membuat pembelaan sendiri atau menyerahkan seluruhnya kepada penasihat hukum, sidang kami tutup dan akan dilanjutkan pekan depan,” kata Djoko sambil mengetuk palu.
Seusai persidangan, kedua terdakwa langsung bersalaman dengan para hakim dan JPU. Keduanya lalu dihampiri dan disalami oleh para kerabat terdekatnya.”Saya tidak seperti yang digambarkan oleh mereka,” ungkap Nurlatifah yang mengenakan kerudung dan pakaian serba hitam. Selain hukuman penjara, kedua terdakwa memperoleh hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Selain itu dicabut haknya mendapatkan remisi.
Sebelum membacakan tuntutannya, JPU membacakan hal yang memberatkan dan meringankan sebagai bahan pertimbangan. Untuk hal memberatkan, perbuatan kedua terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah memberantas korupsi, hambat program pemerintah tingkatkan investasi nasional, tidak mengakui perbuatan dan tidak menyesalinya. “Hal meringankan kedua terdakwa berlaku sopan di persidangan, kedua terdakwa suami istri yang memiliki tanggungan enam orang anak,” ujar Jaksa Penuntut dari KPK itu.
Seperti diketahui, JPU menyatakan Nurlatifah dan Ade Swara terbukti telah melakukan pemerasan terhadap PT. Tatar Kertabumi yang ingin meminta penerbitan Surat Persetujuan Pemanfaatan Ruang (SPPR) untuk pembangunan superblok dan mal di Karawang. Mereka diduga meminta uang Rp 5 miliar kepada PT Tatar Kertabumi guna penerbitan surat izin tersebut.
Usai persidangan, Ade juga tampaknya tidak puas atas tuntutan JPU KPK. Dia menyebutkan, dalam tuntutan jaksa banyak sekali fakta di persidangan yang dipotong, keterangan saksi dipotong, dan kesimpulan pun dipotong-potong. Selain itu, keterangannya soal aset harta milik pribadi yang diungkapkan di persidangan menurutnya hampir tidak ada. Dia menilai, jaksa hanya melihat fakta dan bukti catatan. Ade pun mengaku akan memaksimalkan agenda pledoi untuk melakukan pembelaan. Sidang pun ditunda hingga 7 April 2015 dengan agenda pembelaan atau pledoi. (jay)