CIKARANG PUSAT – Tingginya curah hujan di Kabupaten Bekasi menyebabkan masalah kesehatan, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) dan penyakit lainnya. Dengan ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bekasi mencatat ada 200 kasus DBD mulai ditemukan dan sudah menyebabkan tujuh orang pengidap DBD meninggal dunia.
Perubahan cuaca yang drastis ini, dinilai menjadi salah satu penyebab utamanya kasus DBD meningkat. Dalam beberapa waktu terakhir, malam hingga pagi hari Kabupaten Bekasi kerap diguyur hujan lebat. Di beberapa kecamatan sempat digenangi banjir. Namun meski hujan turun, siang harinya matahari bersinar cukup terik.
Kondisi ini yang berdampak pada kesehatan masyarakat. Apalagi masyarakat yang memiliki daya tubuh lemah. Jumlah tersebut terjadi hanya dalam dua bulan, Januari-Februari. Rata-rata terdapat 3-4 kasus DBD per hari serta satu orang meninggal dunia per minggu akibat kasus ini.
Bupati Neneng Hasanah Yasin mengatakan, salah satu faktornya yakni kesadaran masyarakat. “Penanggulangan selalu dilakukan, kemudian sarana kesehatan pun dibuka gratis tanpa pungutan biaya. Namun faktor kesadarannya yang memang perlu ditingkatkan,” ujar politisi partai berlambang beringin ini kepada Jabar Publisher.
Dijelaskannya, hikmah dari DBD itu, mebanyakan masyarakat baru memperbaiki pola hidup saat di daerahnya ada yang terkena wabah tersebut. Namun, kata Neneng, bukan hanya kesadaran akan kesehatan diri, ini juga menjaga kebersihan lingkungan. Mengingat nyamuk Aedes Aegypti ini sebagai penyebab DBD, cepat berkembang biak pada kondisi lembab dan banyak genangan air.
Meski terbilang wabah penyakit DBD tinggi. Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi (Kadinkes), Muharmansyah Boestari enggan menyatakan masuk dalam kondisi parah. “Memang ada peningkatan tapi belum bisa dikategorikan parah. Sampai saat ini kami masih terus melakukan penanggulangan,” katanya.
Menurut dia, perubahan cuaca kali ini dinilai lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya. Maka dari itu, warga yang kondisi fisiknya tidak dipersiapkan bakal rawan terserang penyakit. Sebanyak tujuh korban meninggal, lanjut Boestari, berasal dari beberapa daerah yang kerap tergenang banjir seperti di Kelurahan Wanasari Kecamatan Cibitung, Kecamatan Setu, Kecamatan Cikarang Barat dan Kecamatan Cibitung.
Namun, masih kata dia, bukan karena penanganaannya yang lambat. Melainkan, warga masih menganggap remeh gejala-gejala yang ditimbulkan DBD ini. Saat demam datang, pasien tidak lantas dibawa ke rumah sakit karena dianggapnya sakit biasa. Padahal saat musim hujan, potensi wabah DBD terbilang tinggi.
“Bukan telat penanganannya. Orang demam diobatin dulu, obat ini, obat itu. Demam tidak sembuh, ternyata penderita (DBD), dia lemes dilaporkan ke rumah sakit sudah dalam kondisi parah,” paparnya.
Boestari mengaku sudah melakukan langkah antisipasi guna menangkal wabah DBD makin menyebar. Di antaranya dengan menyebar petugas medis tambahan di setiap puskesmas, ditambah bantuan ambulan. Sebanyak 44 ambulan telah di sediakan di seluruh puskesmas.
“(Sebanyak) 44 ambulan ini bukan sekedar mengantar. Apabila masyarakat membutuhkan dilakukan penanganan lalu nanti bisa ke rumah sakit. Selain itu, posko juga sudah disediakan untuk penanganan personal di lapangan,” tandasnya. (iar)