KARAWANG – Buset! Untuk mendapatkan surat izin menikah ke luar negeri dari KUA (Kantor Urusan Agama) di Karawang, warga harus membayar minimal Rp15 juta. Uang itu, belum termasuk pelicin lainnya. Ironisnya, pungutan fantastis yang dilakukan KUA itu seakan mendapat pengaminan dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karawang. Parahnya, itu dilakukan pada banyak KUA yang ada di Kabupaten Karawang.
Salah satunya dialami Bahrun Amik (40), warga Dusun Krajan, Desa Pasirmukti, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang. Bahrun yang hendak menikahkan putri dari kakaknya yang tinggal di Brunei Darusalam terpaksa harus menundanya dalam waktu yang tak tentu. Itu lantaran, pengajuan surat izin menikah dari KUA tempat tinggalnya tak bisa keluar karena harus membayar Rp15 juta.
“Untuk menikahkan keponakan saya di Brunei, pihak pemerintah disana meminta berkas-berkas dan pengantar atau izin menikah dari pemerintah tempat asal kami. Untuk pemberkasan di Brunei sendiri sudah selesai. Langkah selanjunya tinggal perizinan dari pemerintah tempat asal kami,” ujar Bahrun, kepada Jabar Publisher, Rabu (16/3/2016).
Diceritakan Bahrun, ihwal rencana pernikahan keponakannya yang bernama Aisyah di Brunei itu, berawal saat kakaknya, yakni Badru Taman (ayah dari Aisyah) menjadi TKI di negeri itu. Bahrun berangkat menjadi TKI di negeri itu pada tahun 1998.
Kemudian di tahun 2000, Badru Taman menikah dengan seorang perempuan warga negara setempat (Brunei Darusalam), bernama Haslinawati. Kemudiam di tahun 2001, dari pernikahan mereka lahirlah Aisyah.
“Karena orang tua laki-laki dari Aisyah masih berwarga negara Indonesia, otomatis Aisyah juga ikut jadi WNI. Meskipun dia lahir dan besar di Brunei,” lanjutnya.
Dan karena Aisyah masih merupakan WNI, untuk menikah di sana Aisyah harus mendapatkan izin menikah dari pemerintahan asal ayahnya. “Kamipun mengurusinya, sesuai dengan prosedur. Kami sudah melakukan pemberkasan di tingkat desa. Itu selesai. Namun ketika ke tingkat kecamatan, pihak KUA melalui kepalanya, yang bernama Dadang Syadzili Lutpiana, malah meminta uang administrasi sebesar Rp15 juta,” ucapnya.
Mendapati itu, Bahrun bersama sodaranya, Hasan Basri kemudian mendatangi Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karawang. Namun hasil dari sana sama saja, terkesan harus membayar Rp15 juta. “Di kantor Kemenag kami juga tetap mendapatkan hasil buntu. Pihak Kemenag Karawang malah kembali melempar kami ke KUA Telagasari. Dan saat kepala KUA Telagasari dipanggil oleh pihak Kemenag, dia tak mau datang,” timpal Hasan Basri.
Dikatakan Hasan, pihak KUA Telagasari bahkan mengatakan kalau tarif yang dikenakan pada sodaranya itu sangat murah. Di KUA lain, lanjut Hasan, menuturkan kata Kepala KUA Telagasari, biayanya sampai ada yang ratusan juta.
Sementara itu, untuk meminta konfirmasi dari Kemenag Karawang, kepala kantornya selalu menghindar, dengan alasan lagi keluar, monitoring.(bay)