CIREBON – Tidak menyerahkan Laporan Hak Kekayaan Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seorang pejabat eselon II yang menjabat sebagai kepala dinas di salah satu OPD di Pemkab Cirebon, diturunkan jabatannya. Hal itu terjadi lantaran Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra geram dengan sikapnya yang tidak mau menyerahkan laporan kekayaannya, sekaligus menjadi penyebab minimnya penyerapan anggaran di daerah tersebut, tahun 2015.
Perlu diketahui, pejabat negara baik itu bupati, wakil bupati, kepala dinas, bahkan sampai eselon VI itu wajib menyerahkan Laporan Hak Kekayaan Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Kabupaten Cirebon, Kalinga melalui Kasubid Pembinaan, Dadang Priyono menjelaskan, LHKPN periode pertama atau 2015 lalu sudah diserahkan semua kepada Inspektorat, lalu kemudian diserahkan ke KPK.
“Beberapa waktu lalu sudah diserahkan semua. Memang pada 2015 lalu kan paling lambat bulan Juli, nah ada dua pejabat eselon II yang menyerahkan diakhir bulan Juli. Yang satu menyerahkan di penghujung bulan Juli dan yang satu laginya telat untuk mengumpulkannya,” jelas Dadang saat di temui diruang kerjanya, Senin (14/3/2016).
Ditambahkan Dadang, pada 2015 lalu atau waktu penyerahan LKHPN di Kabupaten Cirebon belum memiliki payung hukum atas penjatuhan sanksi, karena didalam Keputusan Bupati (Kebup) tentang LKHPN tidak mencantumkan adanya sanksi. Sehingga pejabat yang bersangkutan, tidak diberikan sanksi. Akan tetapi, lanjut dia, belum tentu aman karena bisa saja ada sanksi atau berupa lainnya dari KPK. Yang jelas bersalah atau tidak, itu bukan kewenangan pihaknya.
“Pada bulan Juli 2015 lalu kan kita hanya miliki Kebup saja. Nah pada bulan September 2015 Perbup nomor 117 tahun 2015 tentang LKHPN muncul, nah di Perbup ini baru ada yang namanya sanksi,” terang Dadang.
Sedangkan untuk tahun 2016 ini penyerahan LKHPN sampai akhir Maret. Apabila ada yang menyalahi aturan, kata dia, sudah jelas ada sanksinya seperti yang diatur didalam Perbup tersebut. Sebagai contoh ada sanksi berat bagi yang tidak menyerahkan LHKPN tersebut, yakni bisa akan diberhentikan secara terhormat dan penurunan pangkat tiga tahun. “LKHPN sekarang formatnya berbeda, artinya semua kekayaan pejabat Negara berupa barang-barang di rumah (furniture), usaha istri, rekening keluarga dan lainnya harus disertakan atau di lampirkan,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Bagian Hukum pada Sekretariat Daerah, Uus Heriyadi menjelaskan, berdasarkan ketentuan pasal 23 Undang-undang (UU) Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Setiap penyelanggara negara itu harus wajib untuk melaporkan dan mengumumkan harta kekayaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Nah penyelenggara negara yang wajib menyampaikan LHKPN sesuai Perbup nomor 117 tahun 2015 seperti, Bupati, Wakil Bupati, Pejabat Struktural eselon II, Kepala Bagian pada Sekretaiat Daerah,” kata Uus.
Selain itu, yang wajib menyampaikan LHKPN lainnya mulai dari eselon II hingga IV seperti pada Dinas teknis dan Pelayanan sepeti BPPT, Dinas Bina Marga, DCKTR, Dinas PSDAP, RSUD, Dinas Kesehatan dan Pendidikan. Serta Direktur Utama, Umum dan Teknik pada Perusahaan Daerah dan Pokja Unit Layanan Pengadaan. “Kewajiban penyelanggara Negara paling lambat menyampaikan LHKPN itu dua bulan setelah menduduki jabatan untuk pertama kalinya, mengalami promosi atau mutasi dan mengakhiri masa jabatan atau pensiun serta selama dua tahun menduduki jabatan yang sama,” pungkasnya. (gfr)