BANDUNG – Orang tua dan kerabat Pricilia Dina Ekawati Putri (15), siswi SMPN 51 Bandung yang merupakan korban pembunuhan terdakwa SF alias Pino alias Rungdhe (13), terus menuntut keadilan. Mereka menilai, putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang memvonis pelaku dengan hukuman 1 tahun perawatan (bukan penjara), tidak setimpal dengan apa yang telah dilakukannya. Pelaku pembunuhan, dalam hal ini terdakwa SF alias Pino alias Rungdhe, menurut mereka telah terbukti melakukan perbuatan keji, membunuh Pricilia dengan menghantamkan palu berulang kali ke kepalanya.
“Ini jelas sangat tidak adil. Putri kami telah tiada, dibunuh secara keji. Tapi pembunuhnya hanya divonis perawatan di panti sosial,” ujar Teguh Diantoro, ayah korban, di PN Bandung, Rabu (6/1/2016) siang.
Sesuai jadwal, hari ini, Rabu (6/1/2016), majelis hakim PN Bandung yang dipimpin Suprapto akan membacakan putusan vonis tersebut. Namun karena surat putusan belum lengkap, sidang beragendakan vonis itu ditunda sampai Rabu pekan depan (13/1/2016).
Di halaman PN Bandung, orang tua korban bersama kerabatnya membentangkan sejumlah poster bertuliskan protes atas putusan PN Bandung. Salah satunya poster bertuliskan “Tuhan, Ajarkan Aku Berbuat Adil Seperti Mu”.
Sekedar mengulas, Pino yang memukul Pricilia dengan palu itu cuma dituntut hukuman 1 tahun perawatan. Pino terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati. Pino dinilai melanggar dakwaan kesatu pasal 80 ayat (3) jo pasal 76C UU No 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
JPU menuntut terdakwa Pino dengan perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejehteraan Sosial (LPKS) Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani Jakarta selama satu tahun.
Terdakwa Pino telah melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati. Ia memukul korban dengan menggunakan paku yang dibawanya sendiri dari rumah. Insiden itu terjadi di dekat gerbang perumahan Grand Sharon, Kota Bandung, 31 Agustus 2015.
Peristiwa berawal ketika Pino yang sudah putus berpacaran dengan korban, mengajak untuk bertemu. Pertemuan pun terjadi Senin 31 Agustus 2015, di dekat gerbang Grand Sharon. Sebelumnya, Pino memang sudah mempersiapkan palu.
Saat bertemu, korban memberikan jaket kepada terdakwa Pino. Keduanya lalu berjalan ke pematang sawah dan ngobrol sambil duduk berdampingan. Saat itu, terdakwa bertanya kepada korban mengapa tak pernah menepati janji padahal terdakwa sudah bolos sekolah demi bertemu korban.
Korban ketika itu justru membanggakan pacar barunya hingga membuat terdakwa kesal. Diam-diam terdakwa mengambil palu dari tas dan berdiri di depan korban serta langsung memukulkan palu ke kepala korban satu kali hingga korban jatuh.
Tak puas, terdakwa memukulkan kembali palunya ke bagian kepala kiri korban beberapa kali dan beberapa pukulannya mengenai tangan kiri serta pinggang korban hingga mengakibatkan korban terluka parah di kepala dan meninggal saat itu juga.
Pino yang sempat melarikan diri dari kejaran warga akhirnya berhasil ditangkap setelah sekira 30 menit berlari dari lokasi pembunuhan. Selain melakukan pembunuhan Pino pun sempat merampas smartphone milik korban namun terjatuh tak jauh dari lokasi pembunuhan karena panik dikejar warga. (dov)