Home » Cirebon » Selama 2015, Korban Kekerasan Perempuan dan Anak di Cirebon Turun

Selama 2015, Korban Kekerasan Perempuan dan Anak di Cirebon Turun

CIREBON – Korban kasus kekerasan yang dilaporkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cirebon selama tahun 2015 mengalami penurunan. Selama tahun 2015 tercatat sebanyak 43 korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, menurun dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 47 anak.

Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Supadi Priatna melalui Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BKPPB) Kabupaten Cirebon, Enny Affandi, Senin (04/01/2016).

Meski ia membeberkan jumlah tersebut menurun namun ia mengatakan korban kekerasan terhadap anak meningkat dari tahun 2014 sebanyak 35 orang, menjadi 38 orang pada tahun 2015. “Angka kekerasan pada anak didominasi kasus pencabulan sebanyak 33 orang pada 2015. Sebelumnya (2014) hanya tercatat sebanyak 19 orang saja,” kata Enny.

Ia menjelaskan, banyaknya kasus pencabulan meningkat setelah terjadi kasus di kawasan Kecamatan Astanajapura beberapa waktu lalu. Pada kasus tersebut sebanyak 21 orang anak menjadi korban pencabulan seorang pelaku. Sementara itu, kasus perdagangan manusia pada 2015 justru menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut Enny, korban trafficing pada 2015 hanya tercatat seorang tenaga kerja Indonesia. Sebelumnya, pihaknya mencatat korban pada kasus tersebut mencapai 18 orang.

“Korbannya seorang warga Pabuaran yang bekerja di Malaysia. Adapun kasus kekerasan terhadap TKW terjadi dua kasus yaitu warga Kecamatan Plered yang pulang dari Qatar dan satunya warga Gunung Jati,” kata Enny.

Jumlah kasus kekerasan yang dilaporkan ke pihaknya dianggap belum mencatat seluruh kasus yang terjadi di Kabupaten Cirebon. Pencatatan juga, diakui Enny, tidak terintegrasi dengan pihak lain seperti kepolisian dan Lembaga Swadaya Masyarakat di bidang terkait. Ia pun menghimbau warganya untuk tidak segan melaporkan kasus kekerasan yang terjadi di lingkungannya.

Kasus kekerasan menurutnya tidak selalu dalam hal fisik tapi juga psikis. Enny mencontohkan, fenomena masuknya muda-mudi mengikuti ajaran agama yang dianggap menyimpang belum lama ini. Ia menduga mereka menjadi korban karena diduga kurang mendapatkan perhatian dari keluarganya. “Di sini kami punya psikolog yang siap membantu apabila anak-anak muda memerlukannya. Dari pada masuk ajaran-ajaran yang gak jelas mending adukan masalahnya pada kami di sini,” kata Enny menambahkan.

Saat ini, ia mengakui tingkat kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan masih dianggap rendah. (gfr)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*